Dalami Korupsi di Dispora Riau, Penyidik Butuhkan Pendapat Ahli LKPP

Dalami Korupsi di Dispora Riau, Penyidik Butuhkan Pendapat Ahli LKPP

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Adanya hasil audit teknis dari Universitas Riau (UR), belum menjamin rampungnya proses penyidikan dugaan korupsi pada kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau. Penyidik masih membutuhkan pendapat ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

"Pendapat ahli dari LKPP Pusat itu untuk memperkuat alat bukti," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Muspidauan, Kamis (20/12/2018).

Dikatakan Muspidauan, dibutuhkannya keterangan ahli dari LKPP itu berdasarkan koordinasi penyidik dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK merupakan pihak yang akan melakukan audit penghitungan kerugian negara (PKN) dalam perkara ini.


"Ini (dibutuhkannya pendapat ahli dari LKPP) berdasarkan hasil koordinasi kita dengan BPK," sebut Muspidauan.

Saat disinggung, apa urgensinya pendapat LKPP dalam perkara yang terjadi tahun 2016 lalu itu, Muspidauan memberikan penjelasannya. 

"Kita menduga ada penyimpangan dalam pelaksanaan proyek. Kita akan paparkan fakta-fakta yang kita temukan itu, lalu kita mintai pendapat mereka (LKPP) terkait hal tersebut," jelasnya.

Dalam perkara ini terdapat dua orang menjadi tersangka. Mereka adalah Mislan, yang saat itu menjabat sebagai salah satu Kepala Bidang (Kabid) di Dispora Riau sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kegiatan tersebut, dan Abdul Haris selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Terhadap keduanya sudah dilakukan penahanan sejak Senin (1/10/2018) lalu.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Mei 2018 lalu. Hal itu dilakukan setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti terkait keterlibatan keduanya dalam penyimpangan kegiatan yang dikerjakan tahun 2016 lalu itu.

Dalam proses penyelidikan, Kejati Riau meyakini adanya bukti permulaan yang cukup berupa perbuatan melawan hukum dalam proses penganggaran maupun proses pelaksanaan kegiatan, sehingga perkara ini layak naik ke tahap penyidikan sejak 27 Februari 2018.

Guna melengkapi berkas perkara, satu persatu saksi diperiksa, baik dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun dari pihak rekanan. Selain itu, penyidik juga telah mengantongi sejumlah alat bukti, terutama dokumen terkait dengan kegiatan tersebut.

Masih dalam penyidikan, proses PKN oleh auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau, masih berlangsung. Dipilihnya BPK bukan tanpa alasan. Pasalnya, pengusutan perkara ini merupakan tindak lanjut dari temuan BPK terhadap kegiatan Dispora Riau tahun 2016 di mana dinyatakan ada kelebihan bayar senilai Rp3,1 miliar.

Diketahui, dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi dalam kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana di Dispora Riau dengan menggunakan dana dari APBD Perubahan Provinsi Riau tahun anggaran 2016 sebesar Rp21 miliar.

Anggaran sebesar itu diketahui dipecah-pecah dalam beberapa proyek dengan dilakukan penunjukan langsung (PL). Dengan banyak proyek yang dipecah, dimungkinkan adanya beberapa orang PPTK, yaitu Abdul Haris, Joko Suyono, Heriza, dan Yosian Yacoob. Dari empat PPTK itu, baru Abdul Haris yang ditetapkan sebagai tersangka, sisanya masih berstatus saksi.


Reporter: Dodi Ferdian