Masa Penahanan Lurah Pemeras Warga di Pekanbaru Diperpanjang

Masa Penahanan Lurah Pemeras Warga di Pekanbaru Diperpanjang

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pihak Kejaksaan belum menerima pelimpahan berkas perkara dugaan pemerasan dengan tersangka Raimon dari penyidik Polda Riau. Sejauh ini, jaksa baru menerima SPDP dan pemberitahuan perpanjangan penahanan terhadap Lurah Sidomulyo Barat itu.

Raimon yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu ditangkap di Warung Kopi Jakarta, Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru, Rabu (28/11/2018) sekitar pukul 14.30 WIB. Penangkapan itu berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/616/XI/RES.1.19/2018/RIAU/Reskrimsus.

Pengungkapan itu dilakukan berdasarkan informasi yang disampaikan salah seorang warga selaku pembeli tanah. Dikatakan warga itu, sang Lurah meminta uang sebesar Rp10 juta agar SKGR yang diurus dapat ditandatangani.


Atas informasi tersebut, anggota kemudian melakukan pengintaian dan penangkapan terhadap tersangka di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Saat itu, polisi menemukan uang sebesar Rp10 juta yang tersimpan di dalam jok sepeda motor dinas pelat merah merek Honda Supra. 

Selanjutnya, tersangka dan barang bukti dibawa ke Kantor Dit Reskrimsus Polda Riau Jalan Gajah Mada Pekanbaru untuk dilakukan pemeriksaan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa sebelumnya tersangka meminta uang sebesar Rp25 juta dari seorang warga lainnya selaku penjual tanah, dan diberi uang sebesar Rp23 juta.

Dalam proses penyidikannya, penyidik telah mengirimkan SPDP ke pihak Kejaksaan pada Senin (3/12) lalu. "Baru SPDP yang kita terima. Berkas perkara belum ada," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Muspidauan, Rabu (12/12/2018).

Atas SPDP itu, kata Muspidauan, telah ditunjuk tiga jaksa yang nantinya bertugas menelaah syarat formil dan materiil perkara.

Lebih lanjut dia mengatakan, dalam penyidikan perkara itu, penyidik juga telah melakukan perpanjangan penahanan terhadap tersangka. Perpanjangan penahanan itu merupakan perpanjangan penahanan pertama yang dilakukan penyidik.

"Pemberitahuan itu (perpanjangan penahanan) telah disampaikan ke kita pada awal pekan ini. Perpanjangan itu untuk 40 hari ke depan," pungkas Muspidauan.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Sir Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, penanganan perkara dugaan pemerasaan tersebut masih berjalan. Dimana, penyidik masih merampungkan proses pemberkasan. 

"Kita tengah merampungkan pemberkasan perkara," kata Gidion belum lama ini.

Penyidik, kata Gidion, menargetkan akan merampungkan proses penyidikan jelang akhir Desember 2018 mendatang. Kemudian, dilakukan pelimpahan berkas perkara ke jaksa pneliti untuk ditelaah.

"Kita targetkan sebelum tahun baru, berkasnya sudah tahap I (dilimpahkan ke jaksa)," imbuh Gidion.

Gidion juga pernah mengatakan, dalam perkara ini terdapat tersangka tunggal, yakni Raimon. Pihaknya menyakini tidak ada keterlibatan orang lain khususnya pihak kelurahan dalam perkara yang diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu.

"Dia single (pelaku tunggal). Tidak ada terlibat pihak lain," tegas mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadir Resnarkoba) Polda Metro Jaya itu.

Berdasarkan pemeriksaan sementara yang dilakukan penyidik, Gidion menambahkan jika uang yang diminta Raimon kepada warga itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Pengakuannya, uang itu buat keperluan sehari-hari," imbuh Gidion. 

Atas perbuatannya, Raimon yang tinggal di Jalan Angkasa Nomor 24 Kecamatan Tampan itu, dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Dalam pasal itu berbunyi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau oang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Adapun ancaman pidana minimal selama 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.


Reporter: Dodi Ferdian