Kohati Pekanbaru Taja Penataran Tentang Keperempuanan

Kohati Pekanbaru Taja Penataran Tentang Keperempuanan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Korps HMI-Wati (Kohati) Pekanbaru mengadakan penataran dengan tema "Menjadi Sosok Mar'atus Sholehah yang Berintelektual dan Mampu Bersaing di Era Milenial," Jumat (7/12/2018).

Penataran ini guna menyiapkan sosok mar'atus salehah bagi bangsa dan mengembangkan wacana keperempuanan sehingga berperan mewujudkan kemandirian bangsa. Juga untuk memacu kader HMI-wati menjadi pelopor kebangkitan kembali tradisi intelektual di kalangan mahasiswa dan mengangkat harkat dan martabat perempuan. 

Acara ini dihadiri oleh kader-kader HMI Pekanbaru, dan alumni HMI Pekanbaru, yaitu Muhammad Rafi. Jumlah peserta penataran sebanyak 11 orang perwakilan dari tiap-tiap komisariat yang ada di Cabang Pekanbaru. 


"Isu-isu sosial yang banyak dibicarakan sejak zaman dahulu adalah isu keperempuanan. Bahkan tidak jarang isu tersebut dikomersialkan, numun seringkali tidak berhasil memberikan solusi yang jelas menempatkan kaum perempuan pada posisi sebanarnya," kata Ketua Kohati Pekanbaru Delpi Susanti dalam penataran tersebut.

Menurutnya, problematika dan tantangan perempuan dalam menghadapi dunia semakin berat, salah satunya adalah menghadapi perlakuan dalam dunia pendidikan, bisnis, politik, sosial, dan lainnya. 

"Perkembangan teknologi informasi sangat pesat namun ini menimbulkan pro dan kontra, pada dasarnya manusia itu terlahir tanpa membawa apa-apa dan mati pun tanpa membawa apa-apa, namun hakikatnya manusia adalah makhluk sosial ciptaan yang paling sempurna karena diberikan akal untuk berpikir apa pun sebelum sebuah keputusan diambil," katanya. 

"Telinga kita mungkin masih akrab dengan sebutan generasi milenial, tetapi itu sudah berlalu, globalisasi menjadi alasan utama dari lahirnya generasi baru pada saat ini. Millenial sesungguhnya adalah Milenial yang open minded dan generasi yang akrap dengan sebutan digital native," tutur Ketua Kohati Delpi Susanti.

Lebih lanjut Delpi menjelaskan, kecerdasan intelektual dari generasi milenial dengan dukungan arus teknologi informasi, mungkin memang bisa berkembang, namun apabila digital native yang digunakan sebagai alat tidak diposisikan sebagai alat maka ini akan memperalat generasi muda, sehingga kecerdasan emosial dan spiritualnya menjadi tumpul dengan indikasi tidak mau mendengarkan masukan, kurang dapat bersosialisasi dengan orang yang lebih tua, dan narasi aktivitasnya lebih kuat di dunia maya daripada dunia nyata.

"Organisasi kemahasiswaan khususnya yang bergerak di bidang perkaderan harus mencermati ini karena generasi inilah yang menjadi basis subjek untuk dikaderisasi dalam mencapai tujuan organisasi terkhusus mar’atus sholehah," ungkapnya. (rls)