Kejari Pekanbaru Pertimbangkan Tangguhkan Penahanan Tiga Dokter

Kejari Pekanbaru Pertimbangkan Tangguhkan Penahanan Tiga Dokter

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sejumlah dokter di Provinsi Riau terus memperjuangkan nasib tiga rekannya yang ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Atas dorongan itu, Korps Adhyaksa Pekanbaru berjanji akan menindaklanjutinya.

Adapun tiga dokter itu adalah dr Kuswan Ambar Pamungkas, SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB(K)KL dan drg Masrial, SpBM. Dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad (AA) Pekanbaru itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Senin (26/11/2018) kemarin.

Penahanan itu menindaklanjuti penanganan perkara yang diusut penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru atas dugaan pengadaan alat kesehatan di RSUD AA Pekanbaru tahun 2012/2013 lalu. Selain ketiganya, perkara ini juga menjerat dua tersangka lainnya, Yuni Efrianti dan Mukhlis dari CV Prima Mustika Raya (PMR). Dua nama yang disebut terakhir, juga dilakukan penahanan.


Atas penahanan itu, dokter-dokter di Riau bereaksi. Seperti yang terlihat di Kantor Kejari Pekanbaru Jalan Sudirman Pekanbaru, Selasa (27/11).

Kedatangan ratusan dokter sejak pukul 08.00 WIB itu, guna mendesak Kejari Pekanbaru agar menangguhkan penahanan terhadap tiga koleganya. Tak lama berselang, pihak Kejaksaan melakukan pertemuan dengan perwakilan para dokter tersebut. Sisanya, masih memadati halaman kantor Kejari Pekanbaru.

Salah seorang perwakilan, dr Sara Bintang Saragih tidak banyak memberikan keterangan terkait hasil pertemuan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut. Dia mengatakan, pihaknya masih merundingkan, memindaklanjuti dan memperjuangkan nasib rekan-rekannya yang telah mendekam di tahanan.

"Kita tidak mengeluarkan statmen dulu. Kita masih merundingkan dan memperjuangkan untuk teman-teman kami," ujar Sara Bintang Saragih.

Sementara itu, Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Suripto Irianto usai pertemuan, kedatangan ratusan dokter itu sebagai bentuk solidaritas atas kejadian yang menimpa tiga rekannya. Kepada perwakilan dokter, Kajari menegaskan bahwa pihaknya tidak ada melakukan kriminalisasi dalam penanganan perkara tersebut.

"Kita jelaskan (ke perwakilan dokter), kita tidak melakukan kriminalisasi. Tapi nyata-nyata perbuatan tindak pidana korupsi di situ," ungkap Kajari yang didampingi Sri Odit Megonondo dan Ahmad Fuady yang masing-masing merupakan Kasi Pidsus dan Kasi Intelejen Kejari Pekanbaru.

Diterangkannya, penahanan tiga dokter itu merupakan hak subjektif pihaknya. Ada sejumlah alasan yang membuat Kejaksaan melakukan penahanan, salah satunya para tersangka dikhawatirkan melarikan diri.

"Kenapa? Kita punya pengalaman, 14 buronan yang kita tangkap, di antaranya juga ada yang dokter. Itu modelnya gitu. Ditangguhkan, pas dinyatakan bersalah dan mengeksekusinya susah. Untuk menangkapnya lagi, butuh tenaga, buang biaya. Ini juga demi prinsip keadilan, tersangka korupsi yang lain kita tahan," terang Suripto.

Kajari juga mengakui, kedatangan dokter dari sejumlah rumah sakit dan tempat praktik kesehatan di Riau itu, juga terkait permintaan penangguhan penahanan. Menanggapi hal itu, Kajari memberikan penjelasan.

"Mereka meminta penangguhan penahanan dan sebagainya, silakan saja diajukan. Kami tentu, saya tidak bisa memutuskan sendiri. Kami mintakan nanti, saya meneruskan ke pimpinan, termasuk Pak Kajati sedang raker di Bali. Saya jelaskan itu ke mereka. Tunggu la itu, nanti permohonan mereka kami tindak lanjuti," jelas mantan Aspidsus Kejati Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

"Jika (nanti) dikabulkan, mungkin alasan kemanusiaan. Dokter (tersangka,red) itu diperlukan. Ini kan (dokter) ahli-ahli yang sangat dibutuhkan masyarakat," sambungnya.

Dalam kesempatan itu, Kajari juga menanggapi informasi adanya aksi mogok yang dilakukan dokter-dokter yang ada di Riau. Menurutnya, hal itu sebaiknya tidak dilakukan karena akan menggangu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 

"Saya dengar katanya sebagai solidaritas, dokter akan mogok. Jangan lah. Kecuali kalau orang benar-benar gak salah, boleh lah seperti itu. Saya kira dokter terikat sumpah jabatan dokter, terutama mengutamakan kepentingan pasien, masyarakat," imbuh Suripto.

Terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Riau, dr Zul Asdi Sp.B, M. Kes, FINACS, mengatakan bahwa pihaknya mempercayakan sepenuhnya proses hukum tiga dokter yang menjadi pesakitan itu kepada mekanisne hukum yang berlaku. Namun karena ketiganya merupakan anggota IDI Riau, Zul Asdi mengatakan pihaknya akan memberikan dukungan moril.

"Sehingga bisa kuat dan tabah dalam menghadapi proses-proses yang akan datang. Kami tidak akan masuk ke materi hukum, karena bukan wilayah dokter," sebut Zul Asdi.

Meski begitu, dia menyebut kejadian yang menimpa tiga rekan anggotanya itu, tersebut, tentu menimbulkan kekhawatiran terhadap rekan-rekan dokter yang lain. "Itu tidak bagus jika dokter bekerja dalam rasa tidak nyaman," katanya.

Ditambahkan Ketua IDI Cabang Pekanbaru, dr Marhan Effendi, bahwa kejadian menimpa para dokter itu merupakan suatu kriminalisasi karena kesalahan administratif. "Karena rekan kami itu kemarin menang perdata," singkat Marhan.

Lalu, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Wilayah Riau, drg Chairul Sahri, mengatakan bahwa salah satu dokter yang ditahan itu adalah anggotanya, yaitu drg Masrial. Dia berharap, pihak berwenang dalam hal ini Kejari Pekanbaru, tidak melakukan penahanan.

Ada beberapa pertimbangan atas harapan tersebut. Pertama, drg Masrial merupakan satu dari sedikit dokter spesialis bedah mulut yang ada di Riau. "Data kami di Riau itu, hanya 6 orang. Lima di Pekanbaru dan satu di Dumai. Ini tidak mencukupi mengcover masyarakat yang punya kasus-kasus bedah mulut di Riau," katanya.

Pertimbangan kedua, lanjutnya, semata-mata untuk kemaslahatan yang lebih besar. "Kita sering mendengar terjadinya penumpukan pasien. Ini memang tenaga kita belum memadai," sebut dia.

Senada, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau, dr Tondi Maspian Tjili, SpBS, mengatakan ada dua anggotanya yang ditahan Jaksa, yaitu dr Kuswan yang merupakan dokter spesialis bedah konsultan. Dia adalah dokter konsultan mikro.

"Dia dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi konsultan mikro. Dia ini satu-satunya yang kita miliki di Riau yang mampu melakukan pencangkokan kulit dengan bedah mikro dengan segala komponen-komponennya," terang Tondi.

Sedangkan dr Welli, katanya, adalah dokter konsultan kepala dan leher satu-satunya di Riau. Kedua dokter tersebut, telah mempunyai rencana jadwal operasi terhadap ratusan pasien.

Atas dasar ini, sebutnya, menimbulkan keprihatinan pihaknya, sehingga melakukan upaya agar kedua anggotanya tidak ditahan. "Namun kenyataannya, jaminan kami tidak diterima Kejaksaan," papar dia. 

Untuk itu, IKABI Riau mengambil sikap. Yaitu, anggotanya yang ditahan adalah korban atau yang dijerumuskan oleh sistem sehingga dituduhkan melakukan korupsi. Sedangkan yang membuat kebijakan tidak disentuh, dalam hal ini adalah pihak BLUD RSUD AA Pekanbaru saat itu.

"Penahanan ini menyakiti dan membahayakan kami sebagai ahli bedah. Sehingga kami perlu menunda pelayanan bedah di Riau sebagai bentuk solidaritas dan desakan seluruh anggota," lanjutnya dalam pernyataan sikap IKABI Riau seraya mengatakan hal ini akan dilakukan dalam waktu yang belum ditentukan.

Meski begitu, sebutnya, anggota IKABI Riau tetap melajukan pelayanan emergency dan visute untuk pasien-pasien yang telah dirawat. "Kami tidak akan mogok. Kami hanya menghentikan poliklinik dan operasi elektif," ujarnya.

Masih dikatakan Tondi, dua anggotanya yang terseret kasus hukum itu adalah dosen-dosen terbaik di Universitas Riau. Dengan mereka ditahan, proses belajar mengajar pasti akan terganggu. 

Untuk itu, mereka meminta kepada Kejari Pekanbaru agar dua rekannya itu tidak ditahan, karena jika di luar mereka tetap bisa melakukan pelayananan kepada masyarakat.

Kami seluruh anggota IKABI Riau menjamin. Kalau perlu saya sebagai ketua diambil instansi berwenang jika teman kami menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatannya, atau melarikan diri," pungkas Tondi.

Untuk diketahui, dari hasil penyidikan di kepolisian, dinyatakan bahwa ada kongkalikong antara oknum dokter dan juga rekanan penyedia alkes di RSUD AA Pekanbaru.

Pada tahun 2012 dan 2013, RSUD menjalin kerja sama dengan CV PMR selaku penyedia alkes dan obat-obatan untuk kebutuhan di rumah sakit tersebut lewat program Jamkesda. Namun pada kenyataannya, ketiga orang dokter ini diduga membeli sendiri kebutuhan alat dan obat ke distributornya. Setelah itu dilakukan, mereka pun menyerahkan tagihannya ke RSUD dengan harga yang jauh lebih mahal.

Karena tidak bisa menagih langsung, para dokter meminta CV PMR untuk menagih dengan harga yang sudah di-markup. Jadinya dokter-dokter ini seperti berjualan dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Sedangkan bagi CV PMR, mereka menyiapkan kelengkapan administrasi untuk melakukan penagihan ke RSUD. Sehingga seolah-olah barang tersebut berasal dari perusahaan itu. Mereka juga mendapatkan komisi 5 persen dari tagihan tersebut.

Setelah proses pencairan ke CV PMR dibayar oleh RSUD, mereka menyerahkannya ke dokter tersebut setelah dipotong komisi.

Atas perbuatan para tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp420.205.222. Angka ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP Riau.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 12 huruf (i) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Reporter: Dodi Ferdian