Gerindra Sebut Poster 'Raja Jokowi' Kegagalan Pendidikan Politik

Gerindra Sebut Poster 'Raja Jokowi' Kegagalan Pendidikan Politik

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman kembali menyoroti fenomena poster 'Raja Jokowi' yang memuat gambar Presiden Joko Widodo bermahkota bak raja. Habiburokhman mengatakan, poster 'Raja Jokowi' merupakan gambaran gagalnya pendidikan politik. 

"Munculnya kasus poster 'Jokowi Raja' adalah potret kegagalan pendidikan politik baik di level elite maupun grassroots," buka Habiburokhman dalam keterangannya, Minggu (18/11/2018). 

Habiburokman memerinci maksud gagalnya pendidikan politik di tingkat elite hingga akar rumput. Pertama-tama, Habiburokhman mengkritik sikap elite partai yang belum meminta maaf terkait tuduhan soal pelaku poster 'Raja Jokowi'. 


Untuk diketahui, Kaukus Anak Muda Indonesia (KAMI) mengaku memasang poster 'Raja Jokowi' di daerah Banyumas. Mereka juga mengaku mendukung Jokowi. Namun, siapa pemasok dan pembuat poster itu masih misteri.

"Di level elite mereka yang sebelumnya melemparkan tuduhan tanpa dasar bahwa pemasang poster tersebut adalah kubu yang 'anti-Jokowi Presiden' telah gagal menunjukkan sikap kesatria dan menjaga adab politik. Ketika diakui pemasang adalah pendukung Jokowi dua periode, sepertinya mereka tidak merasa malu dan tidak berkenan meminta maaf kepada publik," ucap Habiburokhman. 

Di level akar rumput, lanjut dia, para pelaku di balik poster 'Raja Jokowi' sepertinya tidak memahami sistem yang dianut Indonesia dalam bernegara, yaitu demokrasi konstitusional. Indonesia bukan kerajaan, sehingga, kata Habiburokhman, poster tersebut tidak tepat. 

"Sementara di level grassroots terkesan mereka gagal memahami bahwa negara kita menganut sistem demokrasi konstitusional dan bukanlah monarki yang dipimpin oleh raja. Dalam sistem monarki murni, raja adalah sosok berkuasa mutlak yang bisa memutuskan apa saja tanpa dikontrol atau diawasi oleh parlemen. Bahaya sekali kalau sampai ada yang mencoba mencangkokkan model pemerintahan monarki di Indonesia, karena itu berarti membunuh demokrasi yang telah kita bangun selama ini dan bisa membangkitkan otoriterianisme," jelasnya. 

"Gerindra dan Prabowo-Sandi berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai demokrasi yang dianut dalam sistem pemerintahan kita. Kami akan berjuang mati-matian melawan elemen-elemen politik manapun yang anti-demokrasi demi tetap tegaknya NKRI," imbuh Habiburokhman.