Vonis Pembakar Bendera Tauhid Dinilai Menyakiti Hati Umat Islam

Vonis Pembakar Bendera Tauhid Dinilai Menyakiti Hati Umat Islam

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Majelis hakim PN Garut pada Senin (05/11/2018) membacakan putusan bagi dua terdakwa (F dan M) pelaku pembakar bendera tauhid. Keduanya divonis bersalah telah melakukan tindak pidana ringan (Tipiring) dengan menjatuhkan hukuman 10 hari penjara dan denda Rp 2 ribu.

F dan M dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa dan kekuatan barang bukti terbukti melanggar ketentuan pasal 174 KUHP dengan membuat gaduh.

Menanggapi itu, Ahmad Khozinudin SH selaku Ketua LBH Pelita Umat, majelis hakim tentu tidak dapat membuat vonis melebihi tuntutan jaksa, dimana bertindak selaku jaksa adalah penyidik karena terkategori tindak pidana ringan. Majelis hakim tidak mungkin mengadili dengan dakwaan selain yang diajukan penyidik, majelis hakim juga tidak mungkin memberi vonis melampaui tuntutan sebagaimana telah diajukan penyidik.


Ahmad Khozinudin menyampaikan pandangannya terkait vonis yang diberikan Majelis Hakim bahwa jika membaca keseluruhan perkara, sesungguhnya vonis ini adalah vonis yang telah disiapkan penyidik karena sejak awal penyidik tidak melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Penyidik bersikukuh menyidik berdasarkan kekuatan pasal 174 KUHP tentang pasal membuat gaduh, dengan berargumen pada dua alasan utama.

“Pertama, ketiadaan niat jahat pada pelaku terhadap pembakaran bendera tauhid. Menurut pelaku, bendera yang dibakar adalah bendera ormas, bukan bendera tauhid. Ketiadaan niat jahat ini, awalnya dijadikan dalih penyidik untuk melepaskan pelaku. Namun seiring derasnya kritikan publik, tiba-tiba penyidik menetapkan pelaku pembakar bendera tauhid dengan pasal 174 KUHP dengan dalih telah membuat onar dan mengganggu rapat umum yang tidak dilarang,” ujar Khozinudin pada Senin, (5/11).

Masih menurut dirinya, jika tafsir penyidik terhadap bendera yang dibakar adalah bendera HTI. Karenanya, penodaan terhadap bendera tidak terkategori penodaan agama, namun dianggap sebagai penodaan bendera ormas. Langkah ini, dijadikan dasar bagi penyidik untuk tidak menyidik perkara dengan pasal 156a KUHP dan kemudian menggunakan kacamata kuda, menyidik perkara dengan ketentuan pasal 174 KUHP.

“Padahal, terlepas bendera dimaksud masih diperdebatkan apakah bendera ormas atau bendera tauhid, fakta hukum menerangkan dengan gamblang bahwa telah terjadi pembakaran secarik kain berwarna hitam dengan tulisan Lafadz tauhid berwarna putih. Dengan fakta hukum ini, penyidik sebenarnya telah dapat menyidik perkara dengan dasar pasal 156a KUHP,” tuturnya.