Polisi Sudah Periksa Lima Saksi Terkait Kasus Penyebaran Kebencian Terhadap UIR di Medsos

Polisi Sudah Periksa Lima Saksi Terkait Kasus Penyebaran Kebencian Terhadap UIR di Medsos

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Proses penyelidikan perkara dugaan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dilakukan pemilik akun Facebook 'Eka Octaviyani' belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Dimana sejauh ini, polisi baru memeriksa 5 orang saksi.

"Sudah kurang lebih lima (saksi) sampai saat ini," ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan, Kamis (11/10/2018). 

Selanjutnya, kata Gidion, pihaknya masih membutuhkan keterangan ahli dalam perkara ini. Ahli dimaksud di antaranya, ahli pidana dan ahli bahasa. Dibutuhkan keterangan dua ahli ini karena masih adanya perbedaan persepsi dalam pengungkapan perkara ini.


"Ada perbedaan persepsi antara ahli mengenai bahasa, apakah masuk dalam ranah pencemaran nama baik, dalam UU ITE. Kalau akunnya akun asli, bukan akun fake (palsu, red)," imbuhnya. 

Pemilik akun Eka Octaviyani terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian karena mengunggah komentar menanggapi aksi unjukrasa ribuan mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR), Senin (10/9) lalu. Unggahannya itu dinilai telah menyebar kebencian terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan media sosial Facebook.

Aksi unjuk rasa mahasiswa UIR itu dilakukan dengan menduduki Gedung DPRD Riau. Dalam aksinya, ribuan mahasiswa mendesak menyampaikan tiga tuntutan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla. Beberapa di antaranya yaitu menstabilkan perekonomian bangsa, menyelamatkan demokrasi Indonesia, dan mengusut tuntas kasus korupsi PLTU Riau.

Terhadap aksi itu, sejumlah pro kontra timbul di tengah-tengah masyarakat. Tak sedikit pula yang menanggapinya di media sosial. Salah satunya adalah pemilik akun Facebook Eka Octaviyani, yang memberikan komentar miring atas unggahan status dari salah satu pengguna Facebook yang tak diketahui secara pasti isinya. 

"Gak usah panik, macam gak tau aja kualitas uir, cuma mahasiswa recehan kok. Kumpulan orang2 yg gk lulus diuniversitas incaran biasanya kebuangnya disini, anggap aja seperti kentut, yg aromanya jg bakal ilang bentar lg. Aku kira dari universitas ternama yg demo, begitu tau itu uir, ngakak sendiri," tulis Eka Octaviyani di kolom komentar.

Tak ingin jejak digital itu hilang, seorang pemilik akun lainnya melakukan tangkapan layar atas komentar, dan diunggah di akun Facebook Sartika Dewi pada Kamis siang. Disertai dengan tulisan 'Beberapa hari ini diam saja melihat wall fb berisikan pendapat netizen yg maha benar terkait aksinya mahasiswa uir. Karna ku pikir itu hak masing2 untuk berpendapat. Tapi kalau sudah seperti ini melecehkan UIR harus ditindak lanjuti. Karna sudah kelewatan. Mana suaramu wahai almamater'.

Status ini diunggah Sartika dan dibagikan kepada beberapa nama mahasiswa UIR. Namun tak lama setelah komentar ujaran kebencian itu diunggah, akun milik Eka Octaviyani tak ditemukan lagi di pencarian Facebook. 

Menindaklanjuti hal tersebut, perwakilan mahasiswa UIR Zamroni, langsung melaporkan akun Eka Octaviyani ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Kamis (13/9) lalu. Dalam laporan itu, pemilik akun Eka Octaviyani disangka bersalah dan dijerat Undang-Undang (UU) ITE Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008. Dalam Pasal 28, terlapor bisa dikenakan sanksi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Dalam aturan itu dinyatakan pelanggaran ITE dengan menyebarluaskan informasi tujuan permusuhan dan rasa kebencian terhadap golongan, individu yang berbentuk SARA.


Reporter: Dodi Ferdian