Fahri Hamzah: Perlu Payung Hukum Menangani Kode Etik Penyelenggara Negara

Fahri Hamzah: Perlu Payung Hukum Menangani Kode Etik Penyelenggara Negara

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah menginginkan adanya payung hukum penanganan kode etik dengan membuat Undang-Undang (UU) Lembaga Perwakilan dan UU Etika Penyelenggaraan Negara sebagai wujud perbaikan sistem kehormatan lembaga negara.

“Ada 2 UU yang perlu dilahirkan dan penting sekali. Yaitu UU Lembaga Perwakilan dan UU Etika Penyelenggaraan Negara,” kata Fahri usai menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR RI bertema “Peran Lembaga Etik Dalam Mengawasi dan Menjaga Perilaku Etik Pejabat Publik” di Ruang Pustakaloka, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (08/10/2018).

Menurut Fahri, UU Lembaga Perwakilan itu penting untuk melindungi kerja-kerja legislatif agar tidak diintervensi oleh pemerintah. Mengingat saat ini, dinilai Fahri, seluruh kerja DPR RI diintervensi oleh pemerintah. “Kerja anggarannya diintervensi, pegawainya diintervensi. Semuanya di intervensi pemerintah," pungkasnya.


Sementara terkait UU tentang Etika Penyelenggaraan Negara, Fahri berharap agar UU tersebut segera dibuat. Tujuannya agar tidak terjadi pencampuran antara kebobrokan dan moralitas individu yang bisa merusak lembaga.

“Di situ segera kita atur, bagaimana supaya orang dikeluarkan dari lembaganya karena dia terlibat kasus, jangan kemudian diobyok-obyok, digabung-gabung. Sehingga bukan hanya orang itu yang rusak sebagai pelaku, tetapi juga lembaganya hancur,” tekan legislator daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat itu.

Hal seperti itulah yang menurut Fahri, perlu adanya payung hukum dan itu akan menjadi terobosan yang besar sekali, mengingat di dunia saat ini belum banyak yang memiliki UU tersebut, dan mungkin Indonesia adalah negara pertama yang mengatur adanya sistem mahkamah etika yang mengatur perilaku seluruh dari lembaga negara.

Dalam sambutannya, Fahri juga menilai saat ini Indonesia memiliki perasaan frustrasi, akibat belum adanya sistem etika yang mengakibatkan seolah-olah semuanya terlihat melanggar. Padahal menurutnya, keadaan itulah yang menyebabkan semua orang terlihat salah karena belum adanya sistem.

“Karena lubangnya banyak, orang kakinya kena terus. Dan termasuk etika bagi penegak hukum, bagaimana caranya supaya dalam penegakan hukum jangan semuanya dirusak. Lindungilah juga kehormatan dari lembaga. Jangan dirusak semua lembaga. Itu juga bagian dari yang harus diatur di dalam UU itu,” tandasnya.

Fahri menyoroti semuanya terjadi karena sistem kewaspadaan yang tidak berfungsi. Oleh karena itu, dirinya mendorong agar segera dibuatnya sistem etika bagi lembaga negara. “Jangan enggak dibuat sistemnya. Sistem kalau baik, menciptakan orang baik. Sistem kalau  jelek, menciptakan orang jelek,” tegas Fahri. 


Reporter: Syafril Amir