Jangan Hanya Komoditi Kecil, Jokowi Juga Diminta Berani 'Potong' Impor Baja dari Cina

Jangan Hanya Komoditi Kecil, Jokowi Juga Diminta Berani 'Potong' Impor Baja dari Cina

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli meminta Presiden Joko Widodo berani melobi China dan Jepang dalam rangka pengurangan impor baja dan mobil guna mengatasi persoalan ekonomi di dalam negeri.

Menurut Rizal, salah satu cara yang paling ampuh untuk bisa mengatasi kondisi buruk ekonomi adalah dengan mengurangi defisit current account dan impor.

Rizal mengkritisi sikap pemerintah Jokowi yang hanya berani dan fokus pada upaya pengurangan impor terhadap komoditi kecil seperti tasbih, bedak, dan lipstik. Menurut dia, sudah saatnya pemerintah memfokuskan pada 10 komoditas impor yang besar, khususnya baja dari China dan mobil dari Jepang.


"Itu baja 67 persen dari impor. ... Dijual murah di Indonesia. Industri baja dalam negeri seperti Krakatau Steel rugi," kata Rizal di kediaman calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta, Jumat (5/10/2018).

Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah Jokowi berani melaksanakan kebijakan anti dumping dengan menerapkan bea masuk 25 persen terhadap baja dan turunannya. Sehingga, Rizal mengatakan, dirinya yakin Krakatau Steel akan untung lagi karena produksi baja dalam negeri naik.

"Katanya pemerintah sekarang dekat dengan China. Lobi dong Xin Jin Ping minta kurangin impor baja. Bilang kalau Indonesia krisis, China juga bisa kena," ungkap Rizal.

Selain itu, Rizal juga meminta untuk menaikkan pajak pembelian mobil. Rizal menantang nyali pemerintah Jokowi untuk berani melobi Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe terkait dengan impor mobil dari negara tersebut ke Indonesia.

"Saatnya berani yang besar-besar. Lobi PM Jepang, (Indonesia) hentikan impor mobil. Jangan berani sama yang kecil-kecil," tegas Rizal.

Pemerintah sebelumnya mempertimbangkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebagai antisipasi membanjirnya impor baja dari China, jika pemerintah Amerika Serikat (AS) benar-benar mengenakan tarif bea masuk impor baja sebesar 25 persen.

Meski demikian, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengibaratkan kebijakan tersebut layaknya memakan buah simalakama. Sebab, jika pemerintah menetapkan BMAD untuk impor baja hulu, industri baja hilir akan protes. Sementara itu, jika BMAD tidak dikenakan, industri baja hululah yang akan protes.

Makanya, Kemendag telah menyerahkan urusan rekomendasi jenis baja yang bisa dikenakan BMAD kepada Kementerian Perindustrian untuk selanjutnya diproses oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
 



Tags Ekonomi