Sandi Uno: Sepiring Makan Siang di Jakarta Lebih Mahal dari Singapura

Sandi Uno: Sepiring Makan Siang di Jakarta Lebih Mahal dari Singapura

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Salah satu isu yang menarik dibahas dalam kampanye pilpres adalah soal ketahanan pangan dan harga bahan pokok makanan yang dapat diakses oleh masyarakat. Calon Wakil Presiden Sandiaga Salahuddin Uno mengaku pihaknya bakal fokus mengurus hal tersebut di samping isu lapangan kerja.

Dalam kunjungannya ke kantor Jawa Pos, Sandi mengatakan harga bahan makanan di Indonesia lebih mahal dengan negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini karena panjangnya rantai distribusi yang menjadi kendala sejak lama.

“Bahan makanan di Indonesia lebih mahal dibandingkan di negara (ASEAN) lain. Sepiring makan siang di Jakarta lebih mahal dari sepiring makan siang dengan kualitas yang sama di Singapura, Thailand juga sama,” kata Sandi di kantor Jawa Pos, Jakarta, Kamis (4/10).


Akan tetapi, kata Sandi, mahalnya harga sepiring makan siang itu tak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan oleh petani. Pasalnya, petani yang juga merupakan konsumen beras mesti mengeluarkan biaya juga untuk membeli pupuk sehingga kalaupun penghasilannya naik namun tetap tergerus.

“Harga bahan pokok itu tak mencerminkan menguatkan nilai tukar petani. Harga belinya tinggi tapi ongkos petani juga meningkat dari pupuk dan penghasilannya tidak naik. Itu yang bikin petani jadi tidak sejahtera,” kata Sandi.

Beberapa waktu lalu, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengeluarkan riset bahwa lima jenis bahan pangan Indonesia lebih mahal dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Terutama beras dan garam.

Berdasarkan Indeks Bulanan Rumah Tangga CIPS pada Juli 2018, harga beras dengan jenis yang sama di Indonesia mencapai Rp 12.560 per kg, sedangkan Singapura hanya Rp 11.635/kg, Malaysia Rp 9.183/kg, dan Thailand Rp 7.419/kg. Sementara garam di Indonesia Rp 10.980, Singapura Rp 8.779, Malaysia Rp 3.013, dan Thailand Rp 4.313.

CIPS juga melaporkan jika dua per tiga petani di Indonesia masih lebih banyak membeli makanannya daripada yang mereka tanam sendiri. Namun, sebanyak 62 persen atau 34,3 juta jiwa di antaranya tergolong miskin atau rentan, dengan penghasilan kurang dari USD 1,90 per hari atau hanya Rp 850 ribu per bulan.