Menelisik Gaya Kepemimpinan Trump dan Erdogan Terkait Krisis Global

Menelisik Gaya Kepemimpinan Trump dan Erdogan Terkait Krisis Global

Oleh: Dr Irvandi Gustari 
Direktur Utama Bank Riau Kepri

RIAUMANDIRI.CO - Kita semua paham bahwa Turki mengalami krisis ekonomi parah. Kalau melihat pelemahan nilai tukar mata uang Turki, lira terus mengalami gejolak drastis. Pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah terjadi sejak awal tahun 2018. Pelemahan mata uang Turki ini bahkan telah mencapai 66% sejak awal tahun 2018. 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan atau lebih dikenal dengan Erdogan, tetap dengan gaya otoriternya, tidak mau sejalan dan mau menuruti yang diinginkan Presiden AS Trump. 


Ada dua kisah yang mengawali konflik panas dari kedua pemimpin negara yang memiliki kesamaan yaitu sama-sama antik dan eksentrik memimpin negaranya masing-masing. 

Kejatuhan dari Turki ini memang tidak dapat disangkal, ada peran besar dari Amerika Serikat (AS) untuk mengerjai Turki. Memang lebih banyak didominasi oleh pengaruh latar belakang politik yang menjadikan Trump menghajar Erdogan.

Ketersinggungan Trump yang pertama adalah ketika diawal Desember 2017 adanya kebijakan Trump yang diumumkan yang mengakui ibukota Israel adalah Yerussalem. Ya memang hampir semua kepala negara dan kepala pemerintahan di dunia mengecam kebijakan Trump di saat mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. 

Namun yang paling berani dengan terang-terangan tidak hanya sebatas mengecam, namun langsung membuat pernyataan yang berlawanan adalah Presiden Turki yaitu Erdogan.

Tak lama Trump menyatakan bahwa Yerussalem adalah ibukota  Israel, selang 1 minggu kemudian seperti dirilis dari Los Angeles Times, Jumat 15 Desember 2017, Erdogan dengan tegas secara resmi minta kepada semua negara yang mendukung hukum internasional harus mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. 

Untuk konkretnya bahkan Pemerintah Turki merencanakan akan membuka Kedutaan Besar-nya di Yerusalem Timur sebagai pengakuan bahwa wilayah itu adalah milik Palestina.

Kekecewaan Trump pada Erdogan yang kedua yang juga sangat sensitif adalah ketika Trump begitu frustrasi setelah pendeta Andrew Brunson tak kunjung segera dibebaskan Turki. Bahkan Trump tak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya. 

Untuk diketahui bahwa pendeta Andrew Brunson yang telah bekerja di Turki selama 23 tahun sebagai pendeta dari Gereja Kebangkitan dan sudah ditahan sejak 21 bulan lalu karena diduga berhubungan dengan kudeta terhadap Erdogan pada 2016. Juga dituduh membantu Partai Pekerja Kurdistan, yang menentang Erdogan dan partai yang berkuasa. 

Selain itu Andrew Burson juga dituduh memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen, seorang ulama Islam Turki yang mengklaim mengatur upaya kudeta.

Kita tidak usah berpanjang-panjang membahas tentang krisis di Turki. Namun kita persempit saja dari segi pembahasan aspek leadership atau kepemimpinan. Menarik untuk dicermati, sebab Trump dan Erdogan memiliki banyak kemiripan terkait gaya kepemimpinan yang mereka terapkan. 

Kemiripan keduanya adalah sama-sama suka menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Juga sama-sama suka menerapakan pola pengalihan isu dengan melakukan peningkatan pencitraan di aspek lain yang sedang dibutuhkan warganya.

Untuk mengalihkan perhatian atas kelemahan dari dampak kebijakan yang sudah diimplementasikan yang membuat banyak pihak kecewa atau tidak puas. Keduanya sama-sama senang dengan pemberitaan sensasional.  
Keduanya juga tidak memiliki dasar kebijakan untuk jangka panjang, namun hanya untuk jangka pendek, demi reputasi politiknya bisa tidak tergoyahkan dalam jangka pendek. Yang paling kentara bahwa keduanya adalah sama-sama keras kepala.

Karena adanya kesamaan gaya kepemimpinan dan saling bisa membaca strategi masing-masing, makanya Trump sebagai negara besar yang lebih kuat, tentu akan lebih dengan mudah untuk unggul dalam pertarungan ini. 

Jadi Trump yang lagi ingin menunjukkan keadidayaan AS di dunia, seperti mendapatkan mainan. Jadi? Ya, Erdogan si Presiden Turki sepatutnya tidak terjebak dengan strategi leadership dari Trump. Tingkat ego dari si Erdogan harus dimainkan dengan strategi leadership gaya ayunan, dan demikian sulit dibaca oleh Trump. 

Jadi? Tidaklah selalu sulit membahwa Turki keluar dari krisis, yaitu dengan kalahkan ego selangkah. ***