Pengelolaan Tanah Hitam Berkelanjutan untuk Produksi yang Menguntungkan

Pengelolaan Tanah Hitam Berkelanjutan untuk Produksi yang Menguntungkan

RIAUMANDIRI.CO, CHINA - Tanah hitam menjadi sorotan para pakar tanah dunia dalam simposium internasional tentang tanah hitam di kota Harbin, China pada 10 - 11 September 2018. Tanah hitam merupakan penopang ketahanan pangan karena tanah ini produktif dan kaya nutrisi tanaman.
 
Tanah hitam mudah dikenali di lahan pertanian. Warnanya coklat gelap hingga hitam, dengan ketebalan bervariasi. Tanah ini umumnya mengandung bahan organik yang tinggi dan beberapa tempat mempunyai pH yang tidak masam dan kaya nutrisi tanaman.
 
Direktur Divisi Lahan dan Air FAO, Dr. Eduardo Mansur, dalam sambutannya melalui video rekaman, menyampaikan bahwa kemitraan tanah global (Global Soil Partnership/GSP) saat ini telah menunjukan banyak capaian. 

Salah satu inisiasinya adalah pengembangan jejaring internasional untuk tanah hitam (International Network of Black Soil/INBS). Pada waktu ini telah berkumpul para pakar tanah hitam untuk mendiskusikan pengelolaan yang lebih baik tanah hitam dan berharap simposislum dan workshop berjalan lancar.
 
Tanah hitam adalah tanah yang produktif dan saat ini menjadi kantong-kantong pangan di berbagai negara. Namun pengelolaan yang intensif dan salah kelola menyebabkan tanah jenis ini berkurang dan bisa hilang.
 
Dr. Ronald Vargas dari Sekretariat GSP menyampaikan, tanah hitam berada di antara dua isu utama global saat ini yaitu antara ketahanan pangan dan nutrisi dan perubahan iklim. Tindakan proteksi, konservasi, dan penerapan teknik pemanfaatan yang lestari adalah kunci utama agar posisi tanah hitam itu terjaga.
 
Tanah hitam juga penting dalam perubahan iklim karena menyimpan banyak karbon dan bisa menarik karbon dari udara melalui vegetasi yang tumbuh baik padanya. Sementara, kehilangan tanah karena erosi atau degradasi lainnya berarti menghilangkan karbon tanah.
 
Simposium tanah hitam internasional (International Symposium of Black soils) diselenggarakan oleh Global Soil Partnership FAO dan disponsori oleh Akademi Ilmu Pertanian Heilongjiang, Masyarakat Ilmu Tanah Cina dan Masyarakat Tanah dan Pupuk Provinsi Heilongjiang Province. 

Simposium dihadiri tidak kurang 18 negara, yaitu Argentina, Brazil, Bulgaria, China, Kanada, Indonesia, Irak, Kazakhstan, Moldova, Mozambik, Mongolia, Ukraina, Slovakia, Turki, Rusia, Amerika Serikat, Uruguay, dan Uni Eropa.
 
Masing-masing negara memaparkan status tanah hitamnya meliputi sebaran, karakteristik, tantangan dan permasalahannya. Dari Indonesia, Dr. Yiyi Sulaeman, Peneliti Tanah dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian memaparkan kondisi tanah hitam di Indonesia.
 
Di Indonesia tanah hitam meliputi areal luasan sekitar 9 juta ha dijumpai antara lain di 14 provinsi yaitu Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Tanah ini umumnya berliat dengan pH tidak masam dan kaya nutrisi tanaman.
 
"Tanah ini menjadi lahan pertanian andalan karena bahkan dengan sedikit input saja produksi sudah baik, bahkan beberapa lahan belum dioptimalkan. Namun, tanah ini tetap memerlukan input pupuk dan bahan lainnya untuk menggantikan nutrisi yang menjadi bagian tanaman dan hilang saat panen," ungkap Yiyi.
 
Tanah hitam di Indonesia menjadi sentra produksi tanaman yaitu jagung, kedelai, padi, tebu, kelapa, kacang-kacangan, sayuran, dan lainnya. Kebanyakan dari lahan menerapkan sistem pertanian heterokultur banyak komoditas tanaman di satu lahan atau multiple cropping.
 
Selama ini, Badan Litbang Pertanian, melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) mendorong untuk memperbaiki kesehatan tanah yang sakit sebagai akibat belum menerapkannya kaidah pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Termasuk memelihara tanah yang sehat seperti tanah hitam.
 
"Tanah sehat akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan menyediakan nutrisi yang baik untuk kita. Tanah sakit harus kita perbaiki dengan menerapkan teknologi yang telah dikembangkan Badan Litbang Pertanian, " ungkap Prof. Dr. Dedi Nursyamsi ketika mengomentari banyaknya tanah sakit.
 
Beberapa tanah hitam memang berasosiasi dengan iklim semi-arid, atau daerah kering. "Di NTT dan NTB tanah hitam ini berada di daerah yang relatif kering sehingga perlu upaya untuk penyediaan air untuk melembabkan tanah. Ini adalah salah satu tantangan selain tantangan lainnya berupa erosi tanah pada daerah yang berlereng," ungkap Yiyi.
 
Banyak contoh terknologi telah dikembangkan Badan Litbang Pertanian. Panca kelola lahan telah dikembangkan di Kab Biromaru, Sulawesi Tengah. Pertanian Konservasi di NTT, NTB, dan Sulawesi Tengah. Integrasi ternak-tanaman dan pertanian bioindustri adalah contoh teknologi lainnya yang bisa diteraplam termasuk di tanah hitam.
 
Selain memaparkan makalah dari para pakar, acara simposium juga memberi kesempatan untuk mengunjungi kebun percobaan yang dikelola oleh akademi sains pertanian Heilonjiang.
 
Tanah hitam adalah berkah yang perlu dipertahankan dan dimanfaatkan dengan menerapkan tata kelola tanah lestari. Produksipun akan meningkat dan usahatani menguntungkan.