Dua Kali Diperiksa Terkait Korupsi Drainase, Direktur PT Sabarjaya Karyatama Berstatus Saksi

Dua Kali Diperiksa Terkait Korupsi Drainase, Direktur PT Sabarjaya Karyatama Berstatus Saksi

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru memeriksa Sabar Jasman, Direktur PT Sabarjaya Karyatama, dalam perkara dugaan korupsi pembangunan drainase Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru. Pemeriksaan itu diketahui kali kedua yang dilakukan penyidik, dan Sabar Jasman masih berstatus sebagai saksi dalam perkara itu.

Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo, membenarkan pemeriksaan terhadap Sabar Jasman. "Iya. Rabu (pekan) kemarin (Sabar Jasman) diperiksa," ujar Odit kepada Riaumandiri.co, Minggu (9/9/2018).

Dikatakan Odit, pemeriksaan itu terkait proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan drainase Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru. PT Sabarjaya Karyatama merupakan rekanan yang mengerjakan proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016, dengan nilai pagu paket Rp14.314.000.000. Adapun nilai penawaran yang diajukan PT Sabarjaya Karyatama adalah Rp11.450.609.000.


"Yang bersangkutan (Sabar Jasman) sebagai saksi dalam perkara drainase itu," lanjut Odit.

Saat diperiksa, Sabar Jasman diketahui tidak membawa dokumen terkait dengan kegiatan proyek. Terkait hal itu, tidak dipersoalkan penyidik. "Dokumen-dokumen terkait perkara itu sudah sama kita. Sudah kita sita sebagai barang bukti," jelas mantan Kasi Intelijen Kejari Rokan Hilir (Rohil) itu.

Untuk pemeriksaan Sabar pada Rabu lalu itu, merupakan kali kedua dilakukan sejak perkara ini naik ke tahap penyidikan. Sebelumnya, Sabar Jasman juga telah beberapa kali menyambangi kantor Kejari Pekanbaru. "Kalau dik (penyidikan,red) sudah dua kali (diperiksa). Dulu saat lid (penyelidikan,red) dia juga pernah diklarifikasi," tegas Odit.

Dalam penyidikan perkara ini, kata Odit, sebanyak 30 saksi lebih yang dipanggil guna menjalani pemeriksaan. "Mereka itu (para saksi) terdiri dari aparatur sipil negara (ASN) dan pihak swasta," pungkas Sri Odit.

Untuk diketahui, PT Sabarjaya Karyatama merupakan perusahaan yang mengerjakan kantor untuk Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Riau di Jalan Sumatera, Pekanbaru. Pembangunan itu dilakukan dengan nilai penawaran hampir Rp4,5 miliar. Adapun sumber dana dari APBD Riau TA 2016. Usai dibangun, hingga kini kantor tersebut belum juga ditempati. Akibatnya, bangunan tersebut kini dalam kondisi yang memprihatinkan.

Kembali ke penyidikan dugaan korupsi pembangunan drainase Pekanbaru, Kasi Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady sebelumnya pernah mengatakan kalau penyidik telah mengantongi nama calon tersangka perkara ini. Calon pesakitan itu dimungkinkan lebih dari satu orang.

Pengusutan perkara itu telah dilakukan sejak Maret 2018 lalu. Sejak itu, Kejari Pekanbaru mulai mengusut perkara tersebut dengan memanggil dan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.

Hasilnya, Korps Adhyaksa Pekanbaru meyakini adanya peristiwa pidana dalam proyek tersebut hingga akhirnya meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Suripto Irianto pada pertengahan Mei 2018.

Adapun proyek yang disidik itu, yakni pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jl Riau-Simpang SKA). Proyek ini dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau pada tahun 2016 lalu. Diduga, proyek itu dikerjakan tidak sesuai spesifikasi yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

Masih dalam proses penyidikan, penyidik juga telah mengekspos penanganan perkara ke auditor pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau untuk proses permintaan audit penghitungan kerugian negara (PKN) proyek tersebut. Saat ekspos, auditor meyakini ada dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut.

Jika hasil audit telah didapat, penyidik segera melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka. "Penetapan tersangka menunggu hasil audit dan gelar perkara," ungkap Ahmad Fuady belum lama ini.

Saat ditanya, apakah penyidik telah mengantongi nama tersangka yang diduga sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam perkara penyimpangan proyek yang dikerjakan tahun 2016 lalu itu, Fuad tidak menampiknya.

"Saya rasa sudah ada. Tinggal mengumpulkan alat bukti untuk pembuktiannya," tegas Fuad seraya mengatakan, penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) umumnya dilakukan lebih dari satu orang. "Korupsi itu biasanya tidak pernah dilakukan sendiri," pungkas Ahmad Fuady. 

Sebelumnya dalam proses penyidikan ini, selain memeriksa saksi fakta, penyidik juga telah menurunkan ahli untuk mengecek fisik proyek pada akhir Juni 2018 lalu. Proses cek fisik tersebut dilakukan tim ahli dibantu tenaga dan alat-alat dari Pidsus Kejari Pekanbaru.

Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik tersebut akan diketahui apakah pekerjaan proyek telah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak. Hasil itulah nantinya yang akan dijadikan salah satu alat bukti dalam proses penyidikan perkara tersebut.

Dalam perkara itu, dugaan penyimpangan sudah ada sejak proses tender dilakukan. Sejumlah pihak diduga melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tersebut.

Dalam pengaturan itu, terdapat uang pelicin sebesar Rp100 juta. Uang tersebut disita dari Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau. Mereka mengembalikan uang tersebut pada Selasa (5/6) lalu, setelah perkara ini disidik penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru.

Uang itu diyakini untuk mengkondisikan lelang kegiatan proyek tahun 2016 lalu hingga akhirnya memenangkan suatu perusahaan. Uang itu diterima Pokja dari seseorang berinisial NI. Dari pemeriksaan, pihak Pokja mengakui telah menerima uang tersebut.


Reporter: Dodi Ferdian



Tags Korupsi