Rencana Pemerintah Naikkan Gaji PNS Jangan Mengganggu Pembangunan Infrastruktur

Rencana Pemerintah Naikkan Gaji PNS Jangan Mengganggu Pembangunan Infrastruktur

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Fraksi Partai Amanat Nasional DPR mengapresiasi rencana pemerintah yang akan menaikkan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pensiunan sebesar 5 persen dalam  RAPBN 2019. Namun diingatkan, kenaikan gaji pokok PNS dan pensiun tersebut jangan sampai mengganggu pembangunan infrastuktur.

“Pemerintah harus memastikan bahwa kenaikan gaji tersebut tidak mengganggu alokasi untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM),” kata juru bicara F-PAN Ahmad Yohan saat membacakan pandangan umum fraksinya atas RAPBN 2019 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna di Gedung DPRR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Dalam Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon didampingi Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tersebut, F-PAN berharap RAPBN 2019 benar-benar menjadi instrumen fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, serta pemerataan ekonomi berkeadilan. 


"Semuanya harus bermuara pada pengentasan kemiskinan, mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi seluruh anak bangsa," ujar Ahmad Yohan.

Yohan memberi catatan atas defisit anggaran pada RAPBN 2019 sebesar Rp297,163 triliun atau sekitar 1,84 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini turun apabila dibanding sebelumnya yang berada pada kisaran 2,12 persen. 

"Di satu sisi penurunan defisit ini menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan kebijakan fiskal secara lebih hati-hati dan bertanggungjawab," jelasnya.

Namun di sisi lain, kata dia, keberadaan defisit anggaran ini juga menandakan bahwa penyusunan RAPBN 2019 masih belum berimbang. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar lebih hati-hati dalam target penerimaan sekaligus berhati-hati dalam menyusun dalam belanja negara.

"Pemerintah juga harus berhati-hati mengelola utang guna menekan defist APBN 2109. Rasio utang tidak boleh melebihi 30 persen dari produk domestik bruto (PDB)," kata politisi dapil NTT I itu mengingatkan.

Terkait dengan indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2019 ditargetkan meningkat menjadi sebesar 71,98. F-PAN menilai, angka ini cukup tinggi dibanding  target IPM pada APBN 2018 sebesar 71,5. 

"Untuk itu pemerintah diminta serius dan meningkatkan pembangunan IPM melalui berbagai program yang terarah dan tepat sasaran seperti menguatkan program keluarga harapan (PKH), program subsidi energi dan non energi serta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tepat sasaran," katanya.

Sementara itu, Fraksi Gerindra melalui juru bicaranya Ramson Siagian lebih mengkritisi target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi. Menurut mantan politisi PDI Perjuangan itu, mimpi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang ingin mencapai angka pertumbuhan ekonomi 7 persen, ternyata masih jauh dari harapan.  
"Hingga mendekati akhir pemerintahannya, angka pertumbuhan ekonomi masih berada di kisaran 5 persen," kritik Ramson.

Dikatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, bahkan bisa menumbuhkan semangat rakyat. Pada 2014 saat kampanye Pilpres, Jokowi sempat menargetkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7 persen. Nyatanya, itu tetaplah sebagai mimpi.

“Namun harapan rakyat agar pertumbuhan ekonomi 7 persen tersebut untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sampai tahun ke-5 atau tahun terakhir program pembangunan kiabinet kerja atau tahun terakhir pemerintahan Jokowi-JK, juga masih jauh dari janji pertumbuhan ekonomi 7persen tersebut,” ujar Ramson.

Politisi dapil Jateng X ini mengungkap, capaian pertumbuhan ekonomi selama Jokowi memerintah. Pada tahun 2015 sebesar 4,8 persen, tahun 2016 sebesar 5,0 persen, dan tahun 2017 setelah tiga tahun hanya sebesar 5,1 persen, serta outlook tahun 2018 sebesar 5,2 persen. Fakta angka tersebut belum menyentuh angka 6 persen apalagi 7 persen. F-Gerindra DPR RI mempertanyakan janji target pemerintah tersebut. 

Sedangkan Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dalam pemandangannya mengharapkan pergerakan harga minyak dunia perlu diantisipasi, karena akan berdampak pada kebijakan energi dalam negeri dan fiskal. Fraksi Demokrat tidak ingin kasus Venezuela yang mengalami kelangkaan mata uang asing, namun ketidakmampuan negara itu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dari produksi dalam negeri, mengakibatkan negara kaya minyak yang ambruk dalam perekonomian perlu menjadi perhatian kita bersama.

Juru bicara F-PD DPR RI Afsal Mahfuz menekankan agar berbagai kendala tingkat domestik harus segera dicari solusi, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya. “Pengalaman krisis moneter tahun 1998 harus menjadi pelajaran pemerintah, termasuk kejadian di Venezuela,” tandas Afsal.

Dikemukakan Afsal, kemandirian ekonomi yang rendah, tidak bisa memproduksi barang, jumlah produksi terbatas ditambah sanksi dan salah urus seperti mencetak mata uang hingga berimbas terjadi inflasi tinggi ribuan persen di Venezuela telah melebihi krisis moneter Indonesia pada tahun 1998.

Menurut F-PD, tantangan pembangunan ke depan adalah mempercepat  penurunan angka kemiskinan, kesenjangan dan pengangguran. Karena itu harus diupayakan peningkatan dan pemerataan akses hidup layak, lapangan kerja, permodalan dan kepemilikan aset melalui program bantuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat.

Menyoroti defisit RAPBN 2019 sebesar Rp297,613 triliun atau 1,84  persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), F-PD menyatakan lebih rendah dari target tahun sebelumnya. Untuk itu, F-PD senantiasa mengingatkan, indikator asumsi ekonomi makro RAPBN 2019 harus kuat dan dapat mengatasi tantangan global dan domestik. Asumsi pertumbuhan ekonomi pada makro sebesar 5,3 persen merupakan asumsi yang moderat yang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen.

Semestinya, harap F-PD, pemerintah dapat meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi dan fokus pada target Nawacita sebesar 7 persen. Target inflasi sebesar 3,5 persen dalam RAPBN 2019, diharapkan pemerintah tidak hanya fokus pada penurunan angka inflasi, melainkan memelihara dan meningkatkan daya beli masyarakat. Sedangkan terkait target nilai rupiah sebesar Rp14.400 per dolar AS, Pemerintah diminta menjaga stabilitas nilai tukar pada tahun 2019.