Benarkah Hidup Susah Sekarang?

Benarkah Hidup Susah Sekarang?

Oleh: Drs H Iqbal Ali, MM
Pengamat Sosial dan Keagamaan


RIAUMANDIRI.CO - Pertanyaan di atas banyak disebut-sebut saat ini, apakah ada kaitannya dengan tahun politik, jawabannya bisa iya, bisa tidak .

Mari kita jawab dengan akal sehat di mana perbedaan pendapat tentu boleh-boleh saja. Secara pengamatan dan kasat mata tanpa penelitian dan survei, menurut saya judul di atas jawabannya ; Tidak Benar. 


Coba kita lihat keadaan masyarakat secara umum 15 atau 10 tahun terakhir. Kita sebut saja indikatornya sebagai berikut. Diawali dengan berobat relatif murah (BPJS). Setiap desa di Indonesia sebagian besar sudah masuk listrik. Transportasi lancar di mana jalan hampir semua diaspal dan malah sudah banyak jalan tol. 

Di setiap rumah terutama di desa minimal ada 2 sepeda motor walaupun kredit. Pegawai negeri sipil golongan II saja sudah punya mobil. Dikantor-kantor pemerintah berjejer mobil pegawai (banyak yang mahal). 

Dulu belum punya TV sekarang ada yang 2 dirumahnya. Dulu belum ada rumah murah, sekarang bak cendawan tumbuh untuk rakyat walaupun kredit. Dulu didesa belum mengenal AC, sekarang sudah banyak yang punya. Dulu belum mengenal bank sekarang berlangganan. 

Dulu sering makan dengan pucuk ubi, petai, lontong, sekarang sudah bisa merasakan pizza dan burger. Dulu komunikasi belum secanggih sekarang, hitungan detik kita dapat mengetahui kondisi dunia dari rumah.  

Itulah contoh nikmat Allah dan banyak lagi yang seharusnya wajib kita syukuri. Makanya sekali lagi judul di atas tidak benar. 

Yang mengatakan benar tentu banyak pula. Mudah-mudahan saja yang mengatakan benar bukanlah orang-orang masuk kelompok orang-orang : Malas, pilih-pilih kerja, ingin serba instan, suka main sogok. 

Selanjutnya orang banyak anak (setiap tahun bertambah). Semakin besar keluarga sedangkan produktivitas tak bertambah, tentu berat menghadapi kehidupan. 

Yang mengatakan susah adalah orang-orang yang tak terbiasa mensyukuri nikmat Allah dan juga orang-orang  pola hidupnya konsumtif (mengutamakan wants daripada needs). 

Oleh sebab itu tidak elok jika selalu mengatakan hidup susah sekarang. Kalau kelompok oposisi di ranah politik wajar mengatakan demikian, untuk mengambil simpati rakyat. Kita jangan lupa atau pura-pura tak tahu bahwa yang ikut mengganggu perekonomian negeri kita adalah berkeliarannya para koruptor, terutama di daerah-daerah (gubernur, bupati/walikota, kepala dinas dan seterusnya). 

Mari kita renungkan dengan akal sehat, tidak cepat-cepat mengambil kesimpulan, justru kita syukuri segala nikmat yang diberikan Allah dan berusaha terus meningkatkan kualitas diri sehingga mampu bersaing dengan orang lain. Bekerja, Bekerja dan Berdoa. ***