Rupiah dan IHSG Kian Tertekan, Mirip Krisis 1998?

Rupiah dan IHSG Kian Tertekan, Mirip Krisis 1998?
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Rupiah kian tertekan, hampir menyentuh Rp14.000. Bersamaan dengan itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)  memerah, bahkan meninggalkan level psikologis 6.000. 
 
Tekanan-tekanan tersebut membuat bayangan tentang krisis 10 tahunan kembali bangkit. Akan tetapi, Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menegaskan, krisis tersebut tidak akan terulang.
 
"Apakah kayak jadi 1998. No I belive no. Kita tidak akan jadi kayak 1998," tegasnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (26/4/2018).   
 
Tito menjelaskan, jika ditilik dari kondisi pasar modal saat ini jauh berbeda dengan kondisi saat krisis 1998 dan 2008 terjadi. Tercermin dari kinerja keuangan emiten BEI yang menunjukkan performa sehat dibandingkan masa krisis di mana sebanyak 74% emiten mencatatkan profit di tahun 2017 serta mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 20%.
 
Selain mencatatkan kenaikan pendapatan dan laba, perusahaan juga masih membayar dividen kepada pemegang saham. Bahkan, dividen yield naik 3% yang menjadi dividen yield tertinggi selama tiga tahun terakhir.
 
Kesehatan emiten tersebut juga mencerminkan kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. "Jadi kita masih confidence, karena produk kita masih bagus," kata dia. 
 
Tito melanjutkan, meskipun terjadi aliran dana asing yang keluar sebesar USD7 miliar hingga April 2018 dibandingkan April 2017 (yoy), akan tetapi, justru terjadi aliran dana masuk dalam instrumen obligasi. Tercatat adanya inflow pada obligasi sebesar USD8,5 miliar dalam periode yang sama.
 
"Jadi uangnya tidak keluar, uangnya masih di negara ini," tegas dia.
 
Di sisi lain, likuditas pasar juga masih kuat, tercermin dari bertambahnya jumlah investor aktif dan jumlah transaksi di pasar saham. Data BEI menyebut sebanyak 40.000 investor aktif bertransaksi dibandingkan dengan periode yang sama tahun  sebelumnya 31.000 investor. 
 
"Likuditas masih bagus, frekuensi transaksi rata-rata 386 ribu per hari, jadi kita masih dua kali lipat dari Singapura dan dua kali lipat dari Malaysia," pungkasnya.
 
Editor: Nandra F Piliang
Sumber: Okezone.com