Korupsi Pengadaan Alkes Senilai Rp1,5 M, Lima Tersangka Belum Ditahan

Korupsi Pengadaan Alkes Senilai Rp1,5 M, Lima Tersangka Belum Ditahan
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru masih melakukan pemberkasan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Sejauh ini polisi belum melakukan penahanan terhadap para tersangka.
 
Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bimo Arianto, mengatakan pihaknya belum bisa terlalu jauh memaparkan perkembangan penanganan perkara tersebut. Pasalnya berkas perkara ini belum lengkap atau P21. Hal ini sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo yang menegaskan penanganan tipikor yang belum P21, belum bisa diekspos. Namun dipastikannya perkara ini telah masuk ke tahap penyidikan.
 
"Kita sudah memasuki fase sidik (penyidikan). Mengirim SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ke Kejaksaan. Sekarang lagi pemberkasan," sebut Bimo kepada Riaumandiri.co, Rabu (10/1/2018).
 
Pemberkasan di sini maksudnya adalah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mengumpulkan alat bukti terkait perkara ini. Bimo juga mengatakan kalau pihaknya belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. "Belum (ditahan). Karena para tersangka belum dilakukan pemeriksaan (dalam statusnya sebagai tersangka)," singkat mantan Kasat Reskrim Polres Pelalawan itu.
 
Sebelumnya, dari SPDP yang diterima Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, dalam perkara ini terdapat lima orang tersangka. Selain dari rekanan CV Prima Mustika Raya (PMR), Penyidik Polresta Pekanbaru juga menetapkan tiga orang dokter di RSUD AA Pekanbaru sebagai tersangka. Ketiga dokter itu diduga melakukan pembelian alkes ke perusahaan lain selain rekanan yang ditunjuk.
 
Ketiga dokter itu, yakni dr WZ, dr KAP, dan dr M. Ketiganya diketahui merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
 
"Minggu kemarin, tanggal 4 Januari (2018) kemarin kita terima dua SPDP atas tersangka M dan Y. Keduanya dari CV PMR," sebut Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, Selasa (9/1/2018) kemarin.
 
Tidak sampai di situ, Jaksa Peneliti pada Kejari Pekanbaru juga menerima tambahan 3 SPDP lainnya. Tiga SPDP itu diterima Korps Adhyaksa Pekanbaru itu, Senin (7/1/2018) sore kemarin. "dr WZ, dr KAP,  dan dr M. Ketiganya adalah PNS," sebut Warman.
 
Terhadap SPDP tersebut, kata Warman, dirinya telah menunjuk Tim Jaksa Peneliti untuk melakukan penelaahan berkas perkara jika nantinya diserahkan Penyidik. Adapun terkait berkas perkara itu, Warman berharap bisa dilimpahkan penyidik secepatnya. 
 
"Penyidik baru memulai proses penyidikan kasus ini. Tentunya mereka akan melakukan pemeriksaan dan pengumpulan alat bukti, dan kemudian dituangkan dalam berkas perkara. Kita berharap berkasnya bisa segera rampung dan dilimpahkan ke kita untuk dilakukan penelaahan berkas," tukas Warman.
 
Untuk diketahui, pagu anggaran pengadaan alkes di RSUD AA Pekanbaru tahun anggaran 2012/2013 mencapai Rp5 miliar. Sementara yang diusut Penyidik Polresta Pekanbaru adalah kerja sama yang dijalin pihak rumah sakit dengan rekanan CV PMR.
 
Penyidik mendapati pengadaan alkes tersebut tidak sesuai prosedur. Pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar.
 
Namun dalam prosesnya, justru pihak dokterlah yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung, bukan kepada rekanan CV PMR.
 
Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan.
 
Atas perbuatan para tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp420.205.222. Angka ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP Riau.
 
"Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," pungkas Warman.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto