Komnas HAM, Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat Sepakat Kasus Meranti Berdarah Ditutup

Komnas HAM, Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat Sepakat Kasus Meranti Berdarah Ditutup
RIAUMANDIRI.co, SELATPANJANG - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI akan menutup kasus laporan 'Meranti berdarah' yang terjadi pada 25 Agustus 2016 silam. Kesimpulan itu diambil setelah didapati kata sepakat antara Pemkab Meranti dengan para tokoh agama dan tokoh adat terkait hal tersebut dalam sebuah pertemuan, Rabu (1/11).
 
Pada kesempatan itu, perwakilan Komnas HAM yang dipimpin Johan Efendi sengaja datang dan menggelar pertemuan dengan Pemkab Meranti yang dihadiri oleh Wakil Bupati Kepulauan Meranti, serta para tokoh masyarakat/agama/adat untuk melihat dan mendengarkan langsung keterangan terkait kasus Meranti berdarah yang terjadi kurang lebih setahun yang lalu.
 
Diawali dengan keterangan dari Wakil Bupati H. Said Hasyim yang menjelaskan bahwa kasus Meranti berdarah yang terjadi setahun lalu telah selesai bahkan terselip hikmah dibalik itu semua, dan banyak pelajaran yang didapat masyarakat, pemerintah maupun para tokoh masyarakat untuk menjadikan Meranti lebih baik lagi kedepan. 
 
Salah satu yang dirasakan saat ini adalah semakin eratnya hubungan silahturahmi antara aparat kepolisian dengan masyarakat yang dibuktikan semakin intensnya komunikasi dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan ketertiban masyarakat.
 
Suasana semakin kondusif berkat dilakukannya pendekatan persuasif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dan Pemerintah Daerah kepada keluarga korban. Pemda sendiri diakui Wabup selalu memberi suport kepada keluarga korban, seperti memperkerjakan adik almarhum Apri Adi Pratama menjadi pegawai honorer Pemda menggantikan abangnya, begitu juga istri almarhum Is Rusli yang diangkat menjadi honorer Pemda untuk membantu ekonomi keluarga.
 
Ditambahkan Wakil Bupati H. Said Hasyim, sesungguhnya sejak dahulu Selatpanjang yang dihuni oleh masyarakat multi etnis hidup berdampingan dengan rukun dan damai dalam keberagaman.
 
Pernyataan Wakil Bupati, diperkuat oleh pernyataan anggota DPRD Meranti Ardiansyah, menurut Ardiansyah sejak dilakukannya pendekatan baik oleh kepolisian maupun Pemda kepada pihak keluarga, tidak ada lagi gejolak. 
 
"Hingga saat ini tidak ada lagi hal yang dapat menimbulkan gejolak dan semua masalah telah dapat diselesaikan lewat musyawarah dan kekeluargaan," ujarnya.
 
Hal yang sama juga diutarakan oleh perwakilan FKUB Asep, menurutnya kejadian Meranti berdarah telah membuat hubungan kepolisian dan masyarakat semakin erat bahkan pihak Mapolres Meranti setiap hari mewajibkan anggotanya menggelar sholat subuh keliling (Suling) dari masjid ke masjid. Melalui kegiatan itu aparat kepolisian berbaur dengan masyarakat seantero Selatpanjang dengan aman dan damai.
 
"Saya mewakili suku suku yang ada (10 suku) menyatakan setelah kejadian itu hingga saat ini tidak ada masalah lagi. Masyarakat dapat hidup dengan aman dan tentram," paparnya.
 
Pada kesempatan itu Komas HAM mengapresiasi semua pihak, mulai dari Kepolisian, Pemda, Legislatif serta tokoh masyarakat yang secara bersama-sama telah berhasil menuntaskan kasus Meranti berdarah. 
 
"Ini sebuah contoh penyelesaian kasus yang sangat baik dengan melibatkan semua aspek kehidupan masyarakat, cara ini dapat menjadi contoh penyelesaian kasus kedepan," ungkap Johan Efendi, Komisioner Komnas HAM.
 
Pertemuan ini sengaja tidak mengulas masalah hukum yang diberikan terhadap pelaku oknum anggota kepolisian. Hal itu dianggap sudah diselesaikan oleh pengadilan dan internal kepolisian. 
 
Seperti diketahui dan marak diberitakan para pelaku telah diberikan sanksi setimpal dengan kesalahannya, yakni diberhentikan sebagai anggota kepolisian dan harus menjalani hukuman, bahkan para pejabat teras Polres Meranti yang dianggap tidak berhasil membina anggota telah dicopot dari jabatan dan dimutasikan. 
 
Baca juga di Koran Haluan Riau
 
Reporter: Azwin Naem
Editor: Nandra F Piliang