Kasus Suap Alih Fungsi Lahan

Gulat Manurung Divonis 3 Tahun

Gulat Manurung Divonis 3 Tahun

JAKARTA (HR)- Terdakwa kasus suap alih fungsi lahan di Riau, Gulat Medali Emas Manurung, akhirnya dijatuhi vonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subside tiga bulan kurungan.

Pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau itu, terbukti menyuap Gubri nonaktif, Annas Maamun sebesar 166.100 dolar Singapura atau setara dengan Rp2 miliar. Uang itu diberikan untuk pengajuan alih fungsi hutan di beberapa daerah.

Vonis itu dijatuhkan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/2). "Menyatakan terdakwa Gulat Medali Emas terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor. Menjatuhkan pidana dengan pidana selama tiga tahun dan pidana denda Rp 100 juta," ujar ketua majelis hakim Supriyono, saat membacakan putusan.

Putusan tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, JPU meminta hakim menjatuhkan pidana selama 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp150 juta subsider enam bulan kurungan.

Atas perbuatannya, Gulat dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ada pun hal-hal yang memberatkan, terdakwa Gulat dianggap tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Gulat juga tidak mengakui perbuatannya selama persidangan.
"Terdakwa mencederai tatanan birokrasi pemerintahan Indonesia dalam upaya bebas korupsi, kolusi dan nepotisme," kata hakim.

Sementara, hal yang meringankan Gulat adalah ia berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah berurusan dengan hukum.

Sebagai terungkap dalam persidangan, peluang revisi SK 673/Menhut-II/2014 yang juga mengatur luas kawasan bukan hutan, disampaikan Menteri Kehutanan yang ketika itu dijabat Zulkifli Hasan kepada Pemprov Riau.

Menyikapi hal itu, Annas Maamun menindaklanjutinya dengan memerintahkan Kepala Dinas Kehutanan Irwan Effendy, menelaah kawasan yang direncanakan dalam program pembangunan daerah Provinsi Riau yang masih masuk sebagai kawasan hutan. Selanjutnya, kawasan-kawasan itu diusulkan untuk direvisi menjadi bukan kawasan hutan/area penggunaan lainnya (APL).

Surat usulan revisi untuk perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau diajukan ke Kemenhut pada tanggal 14 Agustus 2014.

Menhut Zulkifli pada saat itu memberi persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukkannya antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 hektare di Kabupaten Rokan Hilir.

Namun Gulat yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Annas Maamun, meminta bantuan Annas Maamun agar areal kebun sawit miliknya ikut dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan dan menjadi bukan kawasan hutan.

Menindaklanjuti permintaan ini, Gulat Manurung berkomunikasi dengan Kabid Planologi Dinas Kehutanan Riau Cecep Iskandar meminta agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singigi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare dapat dimasukkan dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014.

Akhirnya pada tanggal 17 September 2014, Annas Maamun menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

Surat usulan revisi kedua diserahkan Cecep Iskandar kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud di Jakarta untuk diproses permohonannya pada 19 September 2014.

Setelah usulan revisi diajukan, Annas Maamun pada tanggal 22 September 2014 menghubungi Gulat dan meminta uang karena sudah mengurus permintaan Gulat sebelumnya. Ketika itu Annas meminta uang dalam bentuk dollar setara Rp2 miliar.

Namun Gulat hanya mampu menyiapkan USD 166.100 atau setara Rp2 miliar yang diperoleh dari Edison Marudut Marsadauli sebesar USD 125 ribu atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya USD 41.100 atau setara Rp500 juta uang milik Gulat.

Selanjutnya, uang itu diantar pada tanggal 24 September 2014 ke rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Gran di kawasan Cibubur, Jawa Barat. Namun Annas meminta agar duit ditukar dengan mata uang Dollar Singapura (SGD). Duit setelah ditukarkan menjadi SGD 156 ribu dan Rp500 juta sesuai permintaan Annas dan diserahkan ke Annas Maamun pada 25 September 2014.

Tak lama setelah transaksi antara Gulat dan Annas dilakukan, petugas KPK menangkap tangan kedua orang itu beserta lima orang lainnya yang ketika itu berada di rumah tersebut. Dari tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sejumlah 156.000 dollar Singapura dan Rp460 juta.

Setelah menjatuhkan vonis, Ketua Majelis Hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti atas putusan tersebut. "Mengerti yang Mulai," jawab Gulat.

Majelis hakim juga memberikan waktu kepada terdakwa, apakah akan melakukan banding atau menerima vonis tersebut. Setelah berdiskusi dengan kuasa hukumnya, Gulat memutuskan untuk berpikir-pikir dulu apakah banding atau menerima putusan.
"Kami berencana untuk pikir-pikir dulu yang Mulia," kata Gulat. (bbs, kom, rtc, dtc, ral, sis)