Dirut Pertamina Dipecat

Dirut Pertamina Dipecat

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang resmi diberhentikan dari jabatannya. Pemberhentian itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina yang berlangsung, Jumat (3/2) pagi. RUPS tersebut digelar tertutup dimulai sekitar pukul 10.00-10.30 WIB di lantai 7 Gedung Utama Kantor Kementerin BUMN.

"Bahwa pada pagi hari ini (Jumat kemarin, red) sudah ada penyerahan surat keputusan (SK) pemberhentian Direktur Utama dan Wakil Dirut PT Pertamina Persero. Baik Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang. Dan, mulai hari ini beliau diberhentikan sesuai SK Menteri BUMN," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN, Gatot Trihargo di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, seperti dilansir detikcom, Jumat (3/3).

Dalam RUPS tersebut, turut hadir, Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng usai RUPS, perwakilan Kementerian Keuangan, Kepala BKF Suahasil Nazra, Perwakilan Kementerian ESDM, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.

Pemberhentian Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang karena keduanya dinilai tidak kompak dalam memimpin sehingga menurunkan kinerja Pertamina.

Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng, menjelaskan bahwa ketidakharmonisan Dwi dan Bambang membuat Pertamina tak bisa berlari cepat. Ada kebijakan-kebijakan penting yang terlambat diputuskan. Misalnya soal pengisian berbagai jabatan di Pertamina, banyak yang masih kosong akibat tarik menarik antara Dirut dan Wadirut. Setidaknya ada 20 posisi strategis yang masih kosong.

Salah satu contohnya adalah posisi Presiden Direktur PT Pertagas, salah satu anak usaha Pertamina. Jabatan Presdir Pertagas sudah kosong sejak lebih dari 3 bulan lalu dan baru diisi kemarin. Padahal jabatan ini sangat strategis dan harus diputuskan dengan cepat.

"Ada 20 tenaga-tenaga strategis yang mestinya sudah diganti atau sudah diisi, tidak terisi dan tidak diganti, itu salah satu saja. Pertagas itu pun terlambat, bahkan banyak yang masih kosong," kata Tanri.
 
Kisruh lain yang timbul akibat adanya dualisme kepemimpinan di Pertamina adalah soal impor solar. Pengambilan keputusan impor solar oleh Wadirut menjadi masalah karena sebenarnya itu adalah kewenangan Dirut. Tapi keputusan impor solar diambil Wadirut bukannya tanpa alasan. Wadirut sudah meminta Dirut menandatangani keputusan untuk impor solar, tapi terlambat diputuskan oleh Dirut.

Akhirnya Wadirut yang menandatangani karena Dirut sedang keluar kota. Masalahnya adalah keputusan itu tidak dikomunikasikan dengan baik oleh kedua belah pihak dan akhirnya diributkan di internal Pertamina.
 
"Kemarin yang ribut itu kenapa Wadirut tanda tangani impor solar. Sebenarnya begini, pengalokasiannya itu adalah kewenangan Wadirut tapi mengimpor adalah kewenangan dari Dirut, jadi Wadirut tidak mengimpor lho, hanya minta pengalokasian, itu pun sebenarnya sudah dikirim permintaannya ke Dirut, tapi dia (Dirut) kan keluar kota," tuturnya.

Kalau saja impor solar ini dikomunikasikan dengan baik, kisruh dapat dihindari.  "Kalau misalnya saja saya Dirut lupa tanda tangani, saya telepon Wadirut, eh itu saya belum teken, you laksanakan. Sebetulnya mereka bisa berkomunikasi, tapi justru dipermasalahkan di antara mereka. Nah, ini semua menurut saya kerja sama yang tidak mendukung tercapainya kinerja yang optimal," tutur Tanri.

Dirut dan Wadirut Pertamina juga tak sependapat soal kenaikan harga pertamax. "(Soal harga pertamax) itu juga, banyak hal-hal yang sebenarnya mestinya sudah harus terjadi tidak terjadi," tutupnya.

Pasca pencopotan Dwi dan Ahmad, Dewan Komisaris Pertamina menunjuk Yenni sebagai Plt Dirut Pertamina. Yenni dipilih dari segi pengalamannya yang dirasa sudah mumpuni. Yenni akan bertugas sampai para pemegang saham memutuskan pengisi struktur yang definitif atau paling lambat 30 hari dari sekarang.

Sebenarnya, posisi Wadirut Pertamina baru diisi pada beberapa bulan lalu atas usulan Dewan Komisaris Pertamina yang kemudian disetujui oleh pemegang saham yaitu Rini Soemarno selaku Menteri BUMN.

Menteri BUMN Rini Soemarno ikut angkat bicara mengenai langkahnya menyetujui adanya kursi Wadirut di Pertamina. Menurutnya, dengan adanya wadirut diharapkan bisa membantu jajaran direksi dalam menjalankan tanggung jawab Pertamina yang ke depan akan semakin besar.

"Dan akhir Agustus itu Dewan Komisaris memberikan usulan kepada kami bahwa perlu adanya wadirut, mengingat tanggung jawab Pertamina sangat besar di tahun mendatang. Terutama kita juga mendorong pertamina implementasikan satu harga, dan ada proyek besar yang belum pernah.

Rini menambahkan, proyek-proyek besar yang dimaksud antara lain revitalisasi kilang hingga penambahan kapasitas kilang yang ada di beberapa daerah. Pertamina juga diminta untuk meningkatkan kapasitas produksinya di tahun mendatang.

"Selain itu kita juga terus mendorong meningkatkan kemampuan mendapatkan sumur di luar Indonesia, mengingat sumur di Indonesia kapasitasnya makin berkurang. Padahal kita punya commit agar Indonesia mempunyai kemandirian energi, sehingga kita harus cari potensi sumber minyak di tempat lain," ujar Rini.

Usulan penambahan direksi di tubuh Pertamina juga sudah melakukan kajian dari konsultan independen. Hingga pada akhirnya Rini selaku Menteri BUMN dan pemegang saham menyetujui adanya penambahan kursi wadirut.
"Dan kami sebagai pemegang saham melakukan itu dan memutuskan menerima usulan Dewan Komisaris dan memutuskan adanya wadirut dan tambahan direksi," tutur Rini.

Namun, lanjut Rini, di tengah perjalanannya ada permasalahan kepemimpinan di tubuh Pertamina. Di mana jika ini diteruskan akan membahayakan bagi Pertamina itu sendiri.

"Tapi dalam perjalanannya, kita lihat baru beberapa bulan ternyata ada permasalahan kepemimpinan," ujar Rini.


Atas dasar itu, Rini melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kamis (2/2) sore atas pemberhentian Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari Dirut dan Wadirut Pertamina. Surat Keputusan (SK) pergantian direksi Pertamina tersebut pun ditandatangani Rini, Kamis malam.

Siapa Yenni Andayani? Mengutip profil jajaran direksi di situs resmi Pertamina, Yenni Andayani ternyata bukan orang baru di Pertamina. Ia menjabat sebagai Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina sejak 28 November 2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No.SK 265/MBU/11/2014 tanggal 28 November 2014 dan SK No.Kpts-051/ C00000/2014-S0 tentang Tugas dan Wewenang Direksi dan Perubahan Garis Lapor Organisasi PT Pertamina (Persero).

Wanita kelahiran 24 Maret 1965 itu merupakan lulusan Sarjana Hukum dari Universitas Parahyangan tahun 1988. Perjalanan karirnya dimulai sejak 1991 di PT Pertamina dan pernah dipercaya untuk memegang posisi sebagai Direktur Utama PT Nusantara Gas Company Services di Osaka, Jepang, Direktur Utama PT Donggi-Senoro LNG (2009-2012) dan Senior Vice President Gas and Power, Direktorat Gas PT Pertamina (Persero) (2013-2014). (h/ald)