Hal-Hal Ini Akan Terjadi Pada Apple Jika Donald Trump Menjadi Presiden AS?

Hal-Hal Ini Akan Terjadi Pada Apple Jika Donald Trump Menjadi Presiden AS?

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Amerika Serikat kini punya presiden baru setelah pebisnis kawakan Donald Trump memenangkan pemilu negara adi daya tersebut pada 9 November kemarin.

Mungkin kamu pernah dengar bahwa bos-bos teknologi di Silicon Valley sebelumnya tak memberikan dukungannya kepada Trump.

Menariknya, beberapa kali Trump pernah menyebut-nyebut nama raksasa teknologi AS, Apple, dalam kampanyenya. Padahal, sang CEO Apple Tim Cook selama ini aktif memberikan dukungan untuk Hillary Clinton.

Lantas, apa saja yang bisa terjadi pada Apple setelah Trump jadi presiden? Berikut beberapa hal yang mungkin terjadi pada Apple seperti yang dirangkum dari Business Insider, Kamis (10/11/2016).

1. Reformasi Pajak

Pajak adalah isu penting bagi Apple, dan reformasi pajak adalah masalah utama bagi Apple untuk melobi pemerintah. Kebijakan Trump ini mungkin bakal mendukung Apple.

Apple sendiri memiliki sekitar US$ 200 miliar dalam bentuk modal tunai dan surat berharga di luar negeri. Untuk membawanya ke AS, perusahaan harus membayar pajak sebesar 35 persen.

Nah, Trump telah mengusulkan memotong tarif pajak menjadi 10 persen. "Tahukah Anda, kekayaan di luar negeri yang dimiliki perusahaan senilai US$ 2,5 triliun. Saya berpikir mungkin jumlahnya US$ 5 triliun. Untuk membawanya ke Amerika, akan dikenakan pajak 10 persen saja, bukan 35 persen," tutur Trump.

Ia menyebutkan, dengan kebijakan ini, perusahaan-perusahaan teknologi Amerika bakal diuntungkan.

Tim Cook pun berkomentar saat itu. "Sejujurnya, saya percaya legislasi dan administrasi bakal setuju, dan menambah pendapatan negara melalui reformasi pajak," ujar Cook.

Menurutnya, ketika seluruh aset Apple dibawa ke AS, Apple harus mebayar pajak federal 35 persen ditambah dengan rata-rata pajak di negara-negara lain 5 persen. Jadi Apple harus membayar 40 persen. "Kami tak akan membawa kembali sampai nilainya adil," kata Cook.


Produksi iPhone di AS

2. Manufaktur di AS

Selama kampanyenya, Trump meminta Apple harusnya memproduksi perangkat di dalam negeri. Sebab saat ini iPhone masih diproduksi di Tiongkok dan komponen-komponennya dibuat di negara-negara Asia.

"Saya akan membawa lapangan pekerjaan kembali (ke Amerika). Saya akan membuat Apple memproduksi komputer dan iPhone-nya di dalam negeri, bukan di Tiongkok. Ini akan menguntungkan negara kita," kata Trump.

Sebenarnya bukan cuma Trump yang menantang Apple untuk membuat produknya di dalam negeri. Presiden Barack Obama juga pernah meminta hal tersebut kepada Steve Jobs pada 2011 silam.

Sayangnya, ada sejumlah halangan untuk itu, di antaranya adalah komponen-komponen Apple yang sebagian besar dibuat di Asia, kurangnya keterampilan manufaktur, serta upah buruh yang jauh lebih rendah di Tiongkok.

Sebagai informasi, jika iPhone diproduksi di Amerika, biaya pembuatannya bakal meningkat US$ 50 (Rp 658 ribu) per unit. Artinya iPhone bakal makin mahal dan tidak kompetitif dibanding merek lainnya.

Enkripsi Backdoor iPhone

3. Enkripsi Backdoor

Sebelumnya, Trump meminta boikot semua produk Apple lantaran perusahaan ogah membuka enkripsi backdoor saat FBI memintanya. Hal ini berkaitan dengan kasus serangan penembakan massal yang terjadi di San Bernardino, California.

"Apple harusnya memberikan kunci keamanan untuk ponsel tersebut," tutur Trump. Karenanya, Trump menyarankan agar masyarakat memboikot Apple hingga memberikan security number kepada FBI.

Tentunya, kata-kata Trump itu bakal jadi dukungan tersendiri bagi FBI yang meminta Apple memberikan enkripsi backdoor-nya. Bahkan, gara-gara backdoor tersebut, Direktur FBI James Comey sempat bersitegang dengan Apple.

Bisa jadi, ke depannya Trump bakal ikut meminta Apple untuk memberikan enkripsi backdoor-nya untuk FBI. Siapa yang tahu?. (lpt/ivn)*