BPD Dituding Lebih Gampang Beri Kredit Kepada PNS Daripada Pengusaha

BPD Dituding Lebih Gampang Beri Kredit Kepada PNS Daripada Pengusaha
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Eddy Ganefo mengeluhkan sulitnya pengusaha di daerah untuk mendapatkan kredit dari Bank Pembangun Daerah (BPD).
 
Keluhan itu disampaikan Eddy Ganefo dalam diskusi legislasi “Revisi UU Perbankan” di Gedung DPR, Rabu (14/9). Pembicara lainnya anggota Komisi XI DPR Sarmudji (Golkar) dan Johnny G. Plate (NasDem), Yenti Garnasih (pakar tindak pidana pencucian uang) dan Anggawira dari HIPMI. 
 
Menurut Eddy Ganefo, BPD lebih senang memberikan kredit kepada anggota DPRD dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada hal katanya, pemberian kredit kepada PNS bisa menjadi salah satu pemicu seorang PNS melakukan korupsi. 
 
“Ini bisa menjadi salah satu pemicu seorang PNS melakukan korupsi. Karena sebagian besar gajinya sudah dipotong untuk mencicil kreditnya di bank. Uang yang dibawa pulang sudah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau mencari tambahan di luar mungkin tidak masalah, kalau mencari tambahan dari dalam kan korupsi namanya,” kata Eddy Ganefo.
 
Dia pun tidak menampik kalau ada sebagian pengusaha di daerah yang mendapat pinjaman dari BPD. “Memang ada kontraktor di daerah yang dapat kredit dari BPD, tapi dana proyek yang dikerjakan bersumber dari APBD,” ujar Eddy Ganefo.
 
Terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan melalui BPD, Eddy Ganefo juga mengungkapkan sangat sulit untuk mendapatkannya. “Namanya saja KUR, tapi pengusaha di daerah juga sulit untuk mendapatkannya,” kata Eddy Ganefo.
 
Karena itu dalam revisi UU Perbankan, ia mengharapkan penyalurkan kredit bagi pengusaha-pengusaha yang ada di daerah ikut diatur sehingga pengusaha di daerah tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan kredit, baik dari BPD maupun bank lainnya yang ada di daerah.
 
Sarmudji mengatakan, revisi UU Perbankan harus sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti dalam mengatasi canggihnya kejahatan perbankan nasional dan internasional. “Kalau keterbukaan kerahasiaan bank sebenarnya sudah ada dalam UU 1998 tentang perbankan, tapi hanya untuk penyidik,” tambahnya.
 
Johnny G. Plate menjelaskan, Panitia Kerja (Panja) revisi UU Perbankan akan segera menyelesaikannya karena banyak UU yang terkait dengan perbankan Indonesia. Hanya saja menurutnya, terkait dengan pembukaan kerahasiaan perbankan harus hati-hati, karena ada kepentingan nasional yang memang harus dilindungi.
 
“Pembahasan dan pembuatan draft revisi UU Perbankan ini memang tidak mudah, karena harus memperhatikan degan sangat hati-hati menyangkut kepentingan nasional. Apalagi kalau asing membuka bank di Indonesia, maka Indonesia juga bisa buka bank di luar negeri,” tegas Wakil Ketua Fraksi NasDem itu. (sam)
 
Selengkapnya di Koran Haluan Riau edisi 15 September 2016
 
Editor: Nandra F Piliang