Berdayakan Kearifan Lokal Tangkal Radikalisme

Berdayakan Kearifan Lokal  Tangkal Radikalisme

Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan atau kebijaksanaan dan lokal atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa.  Dari penjelasan beliau dapat dilihat, bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik.

 Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur.

Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup dan diwujudkannya sebagai tradisi.

 Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.

Dari definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi.

Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita, legenda, nyanyian, ritual dan juga aturan atau hukum setempat. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.

Pertanyaannya, mampukah kearifan lokal mencegah dan menangkal radikalisme dan terorisme. Baiklah, penulis mengutip ungkapkan Guru Besar Universitas Udayana Prof I Wayan Windia. Dimana ia berpendapat, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di sebagian besar daerah di Indonesia merupakan salah satu strategi untuk mencegah dan menangkal radikalisme dan terorisme.

Masalahnya bangsa Indonesia belum maksimal memecahkan masalah sosial dan kuktural sehingga kearifan lokal belum mendapat perhatian dengan baik, katanya pada acara Sosialisasi Pencegahan Terorisme di Sanur, Denpasar.

Ia mengemukakan, peraturan perundang-undangan di Indonesia selama ini sangat banyak, baik yang dikeluarkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun kabupaten kota namun belum mampu melindungi dan melelihara kebudayaan dan kearifan lokal. Menurut Windia, jika budaya dan kearifan lokal itu dapat terpelihara dengan baik, maka radikalisme dan terorisme dapat dihindari dan ditekan sekecil mungkin.

Penulis berpendapat, kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang.

Kearifan tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal.  Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya denganlingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia dapat mencakup kearifan masa kini dan karena itu pula lebih luas maknanya daripada kearifan tradisional.

Dengan kata lain, jika seluruh lapisan masyarakat, pemerintah, dan aparat hukum menggunakan kearifan lokal sebagai upaya untuk menangkal terorisme dan radikalisme, diyakini ini akan menjadi jurus ampuhnya. Maka dari itu, kita berharap kepada pemerintah untuk respon terhadap kearifan lokal ini.

Lindungi dan perkuatlah sistem kearifan lokal, sehingga bisa dijadikan sebagai senjata untuk menangkal 'serangan' terorisme dan radikalisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ***
Peneliti senior Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)