Berlaku Hari Ini, Mahasiswa Pekanbaru Tolak Pungutan DKE

Premium Rp6.950, Solar Rp5.650

Premium Rp6.950, Solar Rp5.650

JAKARTA (HR)-Rencana pemerintah untuk menerapkan pungutan Dana Ketahanan Energi alias 'pungutan BBM' akhirnya ditunda. Sehingga terhitung sejak hari ini, harga BBM yang dijual di pasaran 'benar-benar' turun dari harga sebelumnya.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang didampingi Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menjelaskan, pemerintah memutuskan menunda penarikan pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) sebesar Rp200 untuk setiap liter pembelian premium dan Rp300 untuk setiap liter pembelian solar.

Dengan demikian, maka mulai Selasa (5/1) pukul 00.00 WIB, harga premium menjadi Premium Rp6.950 per liter, dan harga solar menjadi Rp5.650 per liter.
Pemerintah akan menyiapkan segala sesuatunya, disiapkan aturan-aturannya, kemudian implementasinya harus melalui mekanisme APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

“Jadi dengan begitu dalam sidang-sidang berikutnya, dimana kita berkesempatan untuk melakukan usulan APBNP (APBN Perubahan), maka ini akan dibahas,” kata Sudirman kepada wartawan usai Rapat Terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1) petang.

Pemerintah, lanjut Menteri ESDM, pelaksanaan penarikan Dana Ketahanan Energi akan menunggu bersamaan dengan proses penyusunan APBNP. Dengan begitu menghindari berbagai kontroversi yang sudah muncul.

“Konsekuensi dengan keputusan itu maka harga bahan bakar minyak (BBM) akan dikenakan harga baru yang tidak lagi ditambahi dengan penghimpunan dana pengembangan energi tadi,” tegas Sudirman.

Dengan demikian, harga BBM yang diumumkan pemerintah beberapa waktu lalu, yakni premium Rp 7.150/liter dan solar Rp 5.950/liter tidak berlaku. Harga kedua BBM ini bakal lebih murah lagi dan berlaku mulai Selasa (5/1), yaitu harga premium di luar Jawa-Bali-Madura Rp 6.950/liter, minyak tanah Rp 2.500/liter, premium di Jawa-Bali-Madura Rp 7.050/liter.

Sedangkan untuk BBM jenis solar, berada pada harga Rp5.650 per liter dan berlaku untuk seluruh kawasan di Tanah Air. Begitu pula Pertalite yang dijual pada harga Rp7.900 per liter.

Untuk harga BBM jenis lain, seperti pertamax, juga mengalami penurunan harga yang bervariasi, tergantung daerah. Seperti untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat Rp8.500 per liter, Jawa Tengah dan DIY Rp8.600 per liter, Jawa Timur Rp8.600 per liter.

Sedangkan harga pertamax plus untuk DKI Jakarta turun dari Rp9.650 menjadi Rp 9.400, harga pertamina dex DKI Jakarta turun dari Rp9.850 menjadi Rp9.600, dan harga solar non-PSO turun dari Rp8.300 menjadi Rp8.050.

Selanjutnya, harga elpiji 12 kilogram untuk Jabodetabek turun Rp5.600 per tabung. Harga bright gas 12 kilogram turun Rp4.800 per tabung dan untuk Jabodetabek turun Rp4.600 per tabung.

Harga bright gas 5,5 kilogram untuk Jabodetabek turun Rp 4.500 per tabung, harga ease gas 9 kilogram untuk Jabodetabek turun Rp 5.000 per tabung, dan harga ease gas 12 kilogram turun Rp 6.000 per tabung. Sementara itu, harga ease gas 14 kilogram turun Rp 8.000 per tabung dan harga elpiji 6 kilogram rata-rata nasional turun Rp2.000 per tabung.

Terkait ditundanya pungutan DEK tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, langkah itu ditempuh untuk menghindari terjadi kontroversi di tengah masyarakat.

Selain itu, penerapan 'pungutan' dana BBM tersebut dibahas dulu bersama DPR saat pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2016.

"Pertimbangannya bahwa setelah memperhatikan semua diskusi, lebih baik dibicarakan saja di DPR, daripada diputuskan banyak kontroversi. Itu keputusan presiden," terangnya.

Darmin menambahkan, DKE tersebut bertujuan mendorong pengembangan dan mencapai target 23 persen bauran energi baru terbarukan. Namun, pemerintah menyadari terjadi banyak perbedaan pendapat setelah rencana pembiayaan dana ketahanan energi tersebut disampaikan ke publik.

"Sehingga ini dibahas saja pada waktu APBN-P sehingga keputusannya tergantung pembahasan nanti," terangnya.

Keterangan senada juga disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said. Dikatakan, dalam rapat terbatas Senin kemarin, Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda pemberlakuan pungutan DKE tersebut. Jokowi meminta mekanisme tersebut harus masuk dalam pembahasan APBN. Artinya, pungutan DKE baru bisa dilakukan setelah ada persetujuan dari DPR.
"Di APBN Perubahan 2016 akan dibahas bersama dengan DPR. Ini untuk menghindari kontroversi," tambah Sudirman.

Ditolak Dari Pekanbaru, rencana penerapan DKE tersebut, ditolak puluhan mahasiswa Universitas Riau (UR) saat menggelar aksi damai di bundaran Tugu Zapin, depan Kantor Gubernur Riau, Senin siang kemarin.

Menurut koordinator lapangan aksi, Faizal Indra Rangkuti, rencana penerapan pungutan DKE itu adalah kabar duka bagi rakyat Indonesia, di tengah lemahnya perekonomian masyarakat. Sehingga timbul kesan, pemerintah mencoba memeras rakyat melalui pungutan DKE tersebut.

"Pungutan ini tidak memiliki norma dan dasar hukum yang jelas. Pungutan liar ini tentunya menambah beban bagi masyarakat kecil dan menengah sebagai mayoritas konsumen BBM ini," ujarnya lagi.

Dalam kesempatan itu, massa juga mendesak aktivis prorakyat lainnya di Tanah Air, untuk ikut serta turun ke jalan atas nama kepentingan rakyat.

"Kami segenap keluarga besar BEM Unri memanggil aktivitis-aktivis dan BEM se Indonesia untuk bersatu dan bersumpah untuk menolak pungli dana ketahanan energi," tambahnya.

Senada dengan tuntutan mahasiswa, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai, langkah pemerintah menunda pungutan DKE itu sudah tepat.

"Saya kira sudah benar penundaan itu karena regulasinya tidak jelas, bahkan tidak ada. Seharusnya bukan hanya penundaan, melainkan pembatalan," ujarnya.

Menurut Tulus, masalah ketahanan energi bukan menjadi tanggung jawab masyarakat dalam hal pembiayaan, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah. "Harus diperjelas dulu apa blue print Dana Ketahanan Energi itu, jangan asal comot (dan) tak jelas juntrungannya," imbuh Tulus. (bbs, dtc, kom, sis)