Sidang MKD skandal Freeport

Tak Hadir, Riza Chalid Terancam Dipanggil Paksa

Tak Hadir, Riza Chalid Terancam Dipanggil Paksa

JAKARTA (HR)-Hingga saat ini, keberadaan pengusaha Riza Chalid, belum kunjung diketahui secara pasti. Yang bersangkutan, rencananya akan kembali dipanggil untuk dimintai keterangannya, dalam sidang yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan DPR,

Tak Hadir
hari ini (Senin, 14/12). Bila tak hadir, yang bersangkutan terancam akan dipanggil paksa.
Seperti diketahui, nama pengusaha Riza Chalid mencuat ke permurkaan, karena ikut dalam pertemuan dengan Ketua DPR RI Setya Novanto serta Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Pertemuan ini kemudian mencuat menjadi skandal besar, karena diduga terkait permintaan saham di perusahaan asal Amerika Serikat itu, serta dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK.

Sejauh ini, sidang MKD telah meminta keterangan dari tiga saksi, yakni pelapor Menteri ESDM Sudirman Said, Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin serta Ketua DPR Setya Novanto. Sedangkan Riza Chalid, yang ikut dalam perbincangan itu, tak diketahui batang hidung. Sebelumnya, sempat beredar informasi yang menyebutkan pengusaha itu sudah berada di luar negeri.

"Besok Senin pukul 10.00 WIB kita panggil kembali Reza Chalid, baru kemudian pukul 13.00 WIB mengundang Pak Luhut Pandjaitan (Menko Polhukam, red)," ungkap anggota MKD Sukiman, Minggu (13/12).

Politisi PAN itu menyebut pemanggilan dua orang itu berdasarkan rapat internal pimpinan MKD yang terdiri dari empat orang. Belum diketahui apakah Riza akan hadir dalam pemanggilan kedua ini. Namun jika tak hadir sekali lagi, taipan minyak itu akan dipanggil paksa polisi.

"Kalau kita tidak bisa panggil pertama dan kedua, maka ketiga sesuai tata beracara MKD memminta penegak hukum untuk memanggil paksa," terang anggota Komisi II DPR ini.

Perdebatan
Sementara itu, terhadap pemanggilan Luhut Pandjaitan, ada perdebatan di internal soal urgensi memanggil Luhut. Senior Partai Golkar itu dianggap tak punya urgensi untuk dipanggil MKD karena tak ada dalam pertemuan.

"Nanti kita ikuti saja alur persidangannya. Mudah-mudahan kedatangan beliau (Luhut) main terang persoalan ini," ujar Sukiman soal pemanggilan Luhut.

Sebelumnya, anggota MKD Syarifuddin Sudding menyebut tidak ada urgensi memanggil Luhut. "Saya nggak paham untuk apa panggil Pak Luhut, dia kan hanya disebut namanya dan tidak terlibat dalam pertemuan. Saya kira tidak ada urgensinya," ujarnya/

Sudding sendiri merasa tak diajak bicara soal rencana pemanggilan Luhut. Dia justru dapat kabar itu dari memantau media, termasuk penjelasan Luhut yang berapi-api menyatakan siap dipanggil MKD.

Luhut sudah mengkonfirmasi akan hadir pada pukul 13.00 WIB besok. Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu meminta persidangan dibuka untuk umum. Namun, sikap Luhut yang justru meminta dipanggil MKD, menuai spekulasi MKD hanya menuruti kemauan Luhut.


Terus Dipantau
Terpisah, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, meminta media massa terus mengawal sidang MKD dalam kasus dugaaan 'papa minta saham" tersebut.

"Pers jangan kemudian dialihkan ke pertanyaan yang lain karena nanti mengalihkan perhatian," ujarnya, Sabtu kemarin.

Menurut dia, kasus tersebut perlu terus mendapat perhatian publik sebab secara langsung maupun tidak, akan berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara karena telah melibatkan ketua DPR dan pihak-pihak lainnya.

"Harus dibongkar sebongkar-bongkarnya karena ini menyangkut etika para elite yang tentu membawa pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara," kata dia.

Din khawatir apabila kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jowi dan Wapres JK itu tidak lagi mendapatkan perhatian publik, maka penyelesaian akhir kasus itu berpotensi hanya ditempuh melalui kompromi politik "Jangan dianggap remeh, saya tidak tahu (akan diselesaikan melalui jalur politik atau tidak), tapi ini peringatan kita," kata dia.

Selanjutnya, agar kasus itu tidak berhenti melalui proses politik, Din juga mengusulkan agar kasus itu dapat diteruskan ke jalur hukum baik melalui kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya mengusulkan ini diteruskan ke jalur hukum. Jangan sampai terjadi penyelesaian secara politik, 'kongkalikong' karena itu akan dicatat oleh rakyat," kata Din. (bbs, dtc, kom, ral, sis)