Urus Sertifikat Tanah

Sudah Ikuti Prosedur, Warga Dipersulit

Sudah Ikuti Prosedur, Warga Dipersulit

TEMBILAHAN (HR)-Sudah mengikuti prosedur dalam pengurusan sertifikat tanah, Pimpinan Majelis Taklim Ahlussunnah Kabupaten Indragiri Hilir, merasa dipersulit ulah oknum Badan Pertanahan Nasional.

Menurut Pimpinan Majelis Taklim Ahlussunnah Ustad Ajai, perbuatan ini merupakan suatu penzaliman terhadap warga, khususnya beliau yang mengalami langsung permasalahan ini. "Kami merasa dizalimi oleh pihak atau oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhil, tidak mengeluarkan hak milik atas tanah yang sudah melalui prosedur yang berlaku. Selain itu, juga sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit," ungkapnya, Minggu, (18/10).

Padahal, pemberian hak itu diatur dalam pasal 8 sampai pasal 16 Permen Agraria atau Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 dan dalam pasal 16 UU Pokok Agraria sebagai hak-hak atas tanah yang sudah ditetapkan. Ia mempertanyakan berbagai alasan dan dalih yang disampaikan oknum pejabat BPN terkait berbulan tidak dikeluarkan haknya tersebut. Padahal, mengutip penjelasan UUD 1945 negara ini adalah negara hukum, artinya kekuasaan tertinggi adalah hukum, bukan alasan yang dibuat-buat dan terkesan mempersulit.

Dijelaskan, bukan kemauan oknum pejabat atau rekayasa birokrasi, karena dalam ketentuan hak milik tertuang dalam Pasal 21 ayat 1 UU PA, menegaskan setiap warganegara mempunyai hak milik pada ketentuan ini.

Apalagi, pendaftaran tanah yang bersifat recht kadaster artinya bertujuan menjamin kepastian hukum tentang hak milik tersebut. "Artinya ketentuan itu akan terjadi melalui tahapan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 22 UU PA, diantaranya manakala hak milik atas tanah telah didaftarkan pada kantor BPN Kabupaten, maka BPN menerbitkan surat keputusan pemberian hak (SKPH), maka pendaftaran SKPH tersebut telah melahirkan hak milik atas tanah," jelasnya.

Menurut cucu Syekh Abdurrahman Siddiq Al Banjari ini, lambannya proses yang tak transparan dan tak akuntabel itu, menandakan kerja birokrasi yang tidak profesional, sehingga melahirkan dilema dalam domain hukum pertanahan, artinya pelayanan publik tidak mengacu kepada ketentuan yang berlaku, tapi kehendak oknum tertentu saja.

"Seharusnya, pihak yang berwenang perlu mengadakan sosialisasi yang jelas terhadap ketentuan yang berlaku terhadap hak-hak hukum masyarakat, agar pelayanan publik bersifat transparan dan akuntabel, mengingat pasal 23, 32 dan 38 menunjuk kepastian hak masyarakat itu," imbuhnya.

Penjelasan UU PA dinyatakan, pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19, yang ditujukan kepada pemerintah, agar melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan menjamin kepastian hukum. (dan)