Dugaan Korupsi Penyertaan Modal Pemkab Bengkalis

Eks Dirut PT BLJ Dituntut 18 Tahun

Eks Dirut PT BLJ Dituntut 18 Tahun

PEKANBARU (HR)-Mantan Direktur Utama PT Bumi Laksamana Jaya, Yusrizal Andayani, dituntut dengan hukuman penjara selama 18 tahun.

 Tidak hanya itu, terdakwa kasus dugaan korupsi penyertaan modal sebesar Rp300 miliar dari Pemkab Bengkalis itu juga dituntut membayar uang pengganti atas kerugian negara, sebesar Rp64 miliar.


Sedangkan terdakwa lain, Ari Suryanto, mantan staf ahli Direktur PT BLJ, dituntut dengan pidana penjara selama 16 tahun, juga dituntut untuk membayar denda Rp500 juta subsider 5 bulan penjara. Selain itu, Ari Suryanto dituntut mengembalikan kerugian negara sebesar Rp400 juta subsider 8 tahun.


Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin (31/8).

 Sidang tuntutan kemarin sekaligus mengakhiri proses pemeriksaan saksi yang telah digelar dalam beberapa sidang sebelumnya.
Dalam amar tuntutannya, JPU menilai terdakwa terbukti bersalah karena terbukti mempersulit masyarakat memperoleh akses atas listrik. Poin ini merupakan satu dari empat poin yang memberatkan terdakwa. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp64 miliar.
"Menuntut pidana penjara 18 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan.

Menuntut membayar uang pengganti sebesar Rp64 miliar," ujar JPU Syahron Hasibuan di hadapan majelis hakim yang diketuai H S Ahmad Pudjoharsoyo.
JPU menilai, terdakwa telah memenuhi seluruh unsur seperti yang disebutkan dalam dakwaan primer Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal  55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, JPU juga menuntut kepada terdakwa untuk membayar denda



Eks
 sebesar Rp1 miliar subsider empat bulan penjara. Ditambahkan, ada beberapa hal yang memberatkan yakni terdakwa tidak kooperatif dan selalu memberikan keterangan berbelit. Selain itu, selama menjalani persidangan, terdakwa tidak menyesali perbuatannya.

16 Tahun
Sedangkan untuk terdakwa Ari Suryanto yang merupakan staf ahli Direktur PT BLJ selain dituntut dengan pidana penjara selama 16 tahun, juga dituntut untuk membayar denda Rp500 juta subsider 5 bulan penjara. Selain itu, Ari Suryanto dituntut mengembalikan kerugian negara sebesar Rp400 juta subsider 8 tahun.

Menanggapi tuntutan JPU tersebut, penasehat hukum terdakwa, Arfa Gunawan dari Kantor Hukum Yusril Ihza Mahendra, menilai Jaksa menyusun tuntutan tidak masuk akal. "Tuntutan sangat tidak masuk akal dan subjektif," sebut Arfa usai persidangan.

Menurut Arfa, JPU telah menyembunyikan fakta-fakta persidangan. Fakta itu salah satunya tentang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang telah menyetujui tentang penyebaran dana, atau penyertaan modal, atau investasi ke sejumlah perusahaan. Arfa juga menilai penuntut umum telah merubah poin dalam Peraturan Daerah (Perda) penyertaan modal
"Ini tidak masuk akal, karena Perda adalah produk legislatif yang diusulkan oleh eksekutif. Sementara Yusrizal tidak termasuk ke eksekutif dan legislatif. Ini tidak masuk akal," pungkasnya.

Seperti diketahui, dalam perkara ini, Kejaksaan Negeri Bengkalis telah menetapkan dua terdakwa, yakni Yusrizal Andayani dan Ari Suryanto. Adapun unsur kerugian negara sebagaimana dalam dakwaan JPU sesuai penghitungan BPKP, yaitu sebesar Rp268 miliar.

Dugaan tindak pidana korupsi keduanya terjadi pada tahun 2012 lalu berawal saat Pemkab Bengkalis menganggarkan dana penyertaan modal kepada PT BLJ sebesar Rp300 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Gas dan Uap (PLTGU) di Desa Buruk Bakul, Kecamatan Bukit Batu, dan Desa Balai Pungut, Kecamatan Pinggir. Kabupaten Bengkalis.

Namun dalam pelaksanaannya, pihak PT BLJ diduga malah mengalirkan dana tersebut kepada anak-anak perusahaannya. Di antaranya, PT Sumatera Timur Energi dan PT Riau Energi Tiga, nominalnya mulai dari jutaan rupiah sampai dengan miliaran baik dalam bentuk investasi, beban operasional, yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan PLTGU. ***