Kejari Siak Segera Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi KUPEDES Rp9 Miliar

Kejari Siak Segera Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi KUPEDES Rp9 Miliar

Riaumandiri.co - Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak tengah mengebut penyidikan dugaan korupsi pada penyaluran Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) di dua unit bank BUMN yang beroperasi di Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak. Setelah berjalan sejak Maret 2025, penyidikan akan memasuki tahap akhir dan segera berujung pada penetapan tersangka.

Dugaan korupsi tersebut terjadi pada penyaluran KUPEDES di Unit Koto Gasib dan Unit Lubuk Dalam, yang berada di bawah Kantor Cabang Perawang. Modus yang digunakan melibatkan data fiktif dari nasabah yang mayoritas merupakan anggota kelompok tani (poktan).

Kepala Kejari (Kajari) Siak Heri Yulianto, melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Muhammad Juriko Wibisono, membenarkan penanganan perkara tersebut. Juriko menegaskan proses penyidikan berlangsung intensif sejak beberapa bulan terakhir.


"Benar, perkara ini sudah masuk tahap penyidikan," kata Juriko saat dijumpai di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (18/11).

Menurutnya, penyidikan dimulai sekitar Maret 2025 dan sejak itu tim telah memeriksa sejumlah saksi, ahli serta mengumpulkan berbagai alat bukti.

"Kami sudah lama melakukan pendalaman. Alat bukti terus dikumpulkan, termasuk pemeriksaan saksi-saksi," ujar mantan Kasi Pemulihan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti (PAPBB) Kejari Bengkalis.

Lebih jauh, Juriko mengungkapkan penyidik telah mengantongi hasil audit kerugian negara dalam kasus tersebut. Akibat penyaluran kredit yang tidak sesuai prosedur, negara ditaksir menderita kerugian sekitar Rp9 miliar.

"Kerugiannya lebih kurang Rp9 miliar,” jelas mantan Kasi Pemulihan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti (PAPBB) Kejari Bengkalis itu.

Ia memastikan, dalam waktu dekat penyidik akan melakukan gelar perkara di Kejati Riau untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab.

"Nanti digelar dulu untuk penetapan tersangka," tegasnya.

Informasi yang diperoleh menyebutkan, kasus ini terjadi pada 2022. Para pemohon kredit yang merupakan anggota poktan diduga menyerahkan data tidak sesuai kenyataan, seperti Surat Keterangan Usaha (SKU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga dokumen pendukung lainnya.

Meski mengetahui ketidaksesuaian data tersebut, pihak bank tetap mencairkan kredit dengan total mencapai Rp19 miliar. Akibatnya, terjadi kredit macet yang kemudian menimbulkan kerugian negara.



Berita Lainnya