Ajukan Pledoi Kasus Korupsi, Mantan Pj Risnandar Minta Maaf

Ajukan Pledoi Kasus Korupsi, Mantan Pj Risnandar Minta Maaf

Riaumandiri.co - Mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, menyampaikan permintaan maaf usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dalam kasus dugaan korupsi anggaran Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (26/8).


"Yang pertama, tentunya saya mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penuntut Umum karena telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan pembelaan terhadap tuntutan jaksa," ujar Risnandar di hadapan majelis, Senin (25/8).



Risnandar secara terbuka mengakui menerima uang saat dirinya menjabat. Namun, ia menegaskan bahwa perkara yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bergulir sejak 2020, jauh sebelum ia memimpin Pemko Pekanbaru.


"Pada prinsipnya saya mengakui bersalah terhadap penerimaan yang saya lakukan pada saat menjabat. Namun, secara fakta, proses-proses yang dituduhkan atau disangkakan oleh jaksa sesuai dengan fakta persidangan sudah dimulai dari tahun 2020. Saudara-saudara media juga memantau dan bahkan sudah termuat di media," jelas dia.


Meski begitu, Risnandar menegaskan dirinya tidak memiliki niat jahat. Ia pun menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas perbuatannya.


"Itu yang saya minta dipertimbangkan, bahwa saya tidak punya niat jahat dalam mengambil uang ataupun persoalan yang ada. Tetapi untuk menerima, saya mengaku menerima. Maka dari itu saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat Kota Pekanbaru, tokoh adat, tokoh masyarakat atas perilaku saya," ucap Risnandar.


Risnandar juga berjanji bertanggung jawab atas kekeliruan yang telah dilakukannya selama menjabat. "Insya Allah, selaku putra daerah atau yang ditugaskan, saya akan bertanggung jawab terhadap langkah-langkah yang keliru dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," sebut dia.


"Akan tetapi, fakta-fakta ini lah yang kita berikan sehingga menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk memberikan hukuman sesuai fakta yang ada," sambungnya.


Risnandar sendiri menyampaikan pledoi secara tertulis di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama. Dalam pledoinya, dia menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatannya dan berharap kasusnya dapat menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan sistem pemerintahan di Indonesia.


"Kami ditugaskan oleh negara dan jika negara mengoreksi serta menghukum kami, pada prinsipnya kami siap dan ikhlas menjalaninya karena itu bentuk dari pengabdian juga pada bangsa dan negara," kata lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2006 itu.


Ia mengungkapkan, melalui proses peradilan yang sedang berjalan, ia percaya bahwa negara, melalui KPK dan lembaga peradilan, sedang melakukan koreksi demi perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.


Dalam pledoinya, dia juga menyinggung tentang kesendirian yang ia rasakan setelah kasus yang menjeratnya ini. Hal itu berbeda saat dirinya masih menjabat.


"Saat saya menjabat, hampir semua ada. Pada saat ada masalah, semua meninggalkan saya," sebut Risnandar.


Menjelang akhir pembacaan pledoi, ayah dari tiga orang anak ini menyampaikan permohonan maaf dari lubuk hati yang paling dalam. Ia meminta maaf kepada Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri, serta seluruh anggota DPR RI.


Permintaan maaf juga disampaikan kepada seluruh masyarakat Kota Pekanbaru, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan pemangku kepentingan lainnya. Tak lupa, ia juga memohon maaf kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, Pemko Pekanbaru, dan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).


Risnandar berharap kasus yang menimpanya dapat menjadi contoh nyata bagi pejabat negara, pejabat politik, dan birokrasi agar tidak ada lagi yang mengulang kesalahan yang sama. 

"Sehingga arah kebijakan menuju Indonesia Emas 2045 bisa tercapai," pungkasnya.


Dalam sidang tersebut, pledoi juga disampaikan Tim penasihat hukumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh dua terdakwa lainnya. Yakni, mantan Sekretaris Daerah Kota (Sekdako), Indra Pomi Nasution, dan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian (Kabag) Umum Setdako Pekanbaru, Novin Karmila.


Sebelumnya, ketiga terdakwa telah dituntut pidana oleh JPU dari KPK dalam sidang yang digelar pada Selasa (12/8). Risnandar dituntut hukuman pidana penjara 6 tahun. Tak hanya itu, JPU KPK juga meminta agar Risnandar dihukum pidana denda sebesar Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan.


JPU KPK turut menuntut Risnandar Mahiwa agar membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp3.818.395.000 miliar subsidair 1 tahun penjara.


Sementara terdakwa Novin Karmila, dituntut 5,5 tahun penjara dan denda  sebesar Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan, ditambah harus membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2.336.700.000 subsidair 1 tahun penjara.


Berikutnya, Indra Pomi, dituntut 6,5 tahun penjara. Hukuman untuk Indra Pomi terbilang lebih berat dibanding terdakwa lainnya. JPU juga menuntut Indra Pomi dengan denda sebesar Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan.


Selain itu, Indra Pomi juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar subsidair 2 tahun penjara.


JPU KPK menyatakan ketiga terdakwa bersalah melanggar Pasal 12 huruf B jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Sebelumnya dalam dakwaan, JPU KPK menyampaikan bahwa pada periode Mei hingga Desember 2024, Bagian Umum Setdako Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26,5 miliar dan TU sebesar Rp11,2 miliar, dengan total Rp37,79 miliar.


Dari jumlah tersebut, diduga dipotong dan diterima secara tidak sah sebesar Rp8,95 miliar. Rinciannya, Risnandar Mahiwa menerima Rp2,91 miliar, Indra Pomi Rp2,41 miliar, dan Novin Karmila Rp2,03 miliar. Sementara itu, ajudan Risnandar, Nugroho Dwi Triputro alias Untung, menerima Rp1,6 miliar.


"Uang itu dibayarkan seolah-olah mempunyai utang kepada Terdakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputro. Padahal pemotongan serta penerimaan uang tersebut bukan merupakan utang," jelas JPU.


Selain pemotongan anggaran, para terdakwa juga didakwa menerima gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari sebagaimana diatur undang-undang.


Risnandar menerima gratifikasi sebesar Rp906 juta dari delapan ASN berupa uang tunai, pakaian, dan tas mewah. Indra Pomi memperoleh Rp1,215 miliar dari sejumlah pejabat Pemko Pekanbaru, sedangkan Novin menerima Rp300 juta dari Rafli Subma dan Ridho Subma.



Berita Lainnya