Pacu Jalur 2025: Nyaman bagi Penonton, Tantangan bagi Penonton

Pacu Jalur 2025: Nyaman bagi Penonton, Tantangan bagi Penonton

Riaumandiri.co – Penyelenggaraan Festival Pacu Jalur Tradisional Even Nasional 2025 di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, berlangsung selama lima hari, mulai 20 hingga 24 Agustus 2025. 


Selain menghadirkan atraksi budaya yang memikat, penyelenggaraan tahun ini juga ditandai dengan penataan lalu lintas dan kebijakan baru di area Taman Jalur.



Rekayasa lalu lintas yang diterapkan pemerintah daerah bersama pihak keamanan  menuai apresiasi dari masyarakat. Arus kendaraan yang biasanya padat saat ribuan penonton tumpah ruah di Teluk Kuantan tahun ini terasa lebih tertib. Para pengunjung pun bisa berjalan kaki menuju arena tanpa berdesakan.


Mery, pengunjung asal Pekanbaru, menyampaikan kesannya. “Tahun ini kita agak nyaman dari tahun sebelumnya, sebab akses lalu lintas lancar dan tidak ada berdesakan bila berjalan ke arah Tepian Narosa,” ujarnya. Ia juga mengapresiasi adanya fasilitas tribun mandiri yang disediakan oleh masyarakat. “Dengan tribun ini, kami punya pilihan untuk menonton pacu dengan lebih leluasa,” tambahnya.


Namun, di balik kenyamanan itu, muncul suara lain dari pedagang kecil yang biasanya menggantungkan rezeki di momen pacu jalur. Tahun ini, panitia menerapkan kebijakan sterilisasi di area Taman Jalur, yang berarti area tersebut tidak lagi diperbolehkan untuk berjualan. Akibatnya, para pedagang dipindahkan ke lokasi lain yang dianggap lebih tertib dan teratur.


Dewi, seorang pedagang minuman, mengaku kebijakan ini membuat dagangannya sepi pembeli. “Kami sangat dirugikan, karena pembeli sepi akibat lokasi kami sekarang tidak lagi dilalui para pengunjung,” keluhnya.


Dari sisi regulasi, kebijakan ini sebenarnya selaras dengan aturan awal bahwa Taman Jalur memang tidak diperuntukkan sebagai lokasi perdagangan. Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi melalui panitia menekankan bahwa sterilisasi dilakukan untuk menjaga estetika, kenyamanan, serta keamanan pengunjung. Selain itu, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya menjadikan pacu jalur sebagai even nasional yang lebih tertib dan teratur, sejalan dengan standar festival budaya di daerah lain.


Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun Taman Jalur telah terbiasa digunakan sebagai lokasi berjualan oleh pedagang kecil. Situasi ini menimbulkan semacam "kecanggungan sosial". Bagi masyarakat pedagang, kebiasaan tersebut sudah dianggap wajar dan menjadi tradisi tersendiri setiap kali pacu jalur digelar. Maka, ketika sterilisasi diberlakukan, sebagian dari mereka merasa kehilangan akses langsung ke keramaian pengunjung.


Pengamat lokal Antoni menilai, baik pemerintah maupun pedagang perlu duduk bersama mencari solusi tengah. Penertiban memang penting, tetapi di sisi lain, pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil yang turut hidup dari perputaran acara pacu jalur juga tidak kalah urgen.


Festival pacu jalur adalah denyut nadi kebanggaan Kuantan Singingi. Ia bukan hanya ajang olahraga tradisional dan wisata budaya, melainkan juga momentum ekonomi rakyat. Dengan pengunjung yang datang dari berbagai daerah, perputaran uang di Teluk Kuantan selama lima hari penyelenggaraan festival bisa mencapai miliaran rupiah.


Ke depan, banyak pihak berharap pemerintah daerah dapat menyusun tata ruang festival yang lebih inklusif. Penataan lalu lintas dan sterilisasi kawasan tertentu tetap dijalankan, namun disertai dengan zonasi perdagangan yang strategis, sehingga pedagang tetap bisa merasakan manfaat dari keramaian.


Dengan langkah yang berimbang, pacu jalur tidak hanya menghadirkan kerapian dan kenyamanan bagi penonton, tetapi juga menjaga denyut ekonomi rakyat kecil yang menjadi bagian dari ekosistem besar penyelenggaraan tradisi yang telah hidup sejak abad ke-17 ini.



Berita Lainnya