Perlu Perubahan Regulasi untuk Mengakomodir Umrah Mandiri

Perlu Perubahan Regulasi untuk Mengakomodir Umrah Mandiri

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menilai perlu perubahan regulasi untuk mengakomodir adanya kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang mengizinkan pelaksanaan umrah mandiri (backpacker) dengan menggunakan visa turis.

Menurut Hidayat, perubahan regulasi tersebut sejalan dengan semangat DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Upaya revisi UU 8/2019 itu sudah dilakukan sejak akhir tahun 2022 ke dalam Prolegnas DPR-RI.

Dengan adanya pelonggaran kebijakan tersebut, masyarakat kini bisa melaksanakan umrah secara lebih mudah tapi juga tetap bertanggungjawab.

“Secara umum, kebijakan haji dan umrah, Saudi semakin terbuka lebar untuk kedatangan jemaah, sehingga Pemerintah Indonesia harusnya antisipatif dengan menyiapkan aturan yang juga memudahkan jemaah," kata Hidayat, Rabu pekan lalu.

Apalagi kata Hidayat, Pemerintah bersama DPR juga sedang merancang revisi UU Haji dan Umrah untuk memudahkan fleksibilitas penyelenggaraan haji. Di mana fleksibilitas tersebut bisa turut diberikan pada pelaksanaan umrah.

Politisi PKS ini menjelaskan, dalam UU 8/2019, di Pasal 86 ayat 1 dan 2, penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dilakukan oleh PPIU, yakni biro travel yang terdaftar dan berizin di Kementerian Agama.

Namun, dengan kebijakan visa turis Saudi, warga yang ingin umrah kini bisa mengakses langsung dengan cukup memesan tiket pesawat dan mendaftarkan diri di Aplikasi Nusuk yang disediakan dan disosialisasikan oleh pihak Pemerintah Saudi Arabia.

“Artinya, kini sangat mudah bagi warga dunia termasuk Indonesia untuk menjalankan ibadah umrah. Dan itu yang sudah dinikmati para calon jemaah umrah dari seluruh dunia. Itulah yang juga disampaikan oleh berbagai pihak calon jemaah umrah, saat saya melaksanakan reses," jelas Hidayat.

Sehingga dia mengusulkan agar Pasal 86 UU 8/2019 yang rigid itu, untuk diubah dengan memasukkan poin bolehnya penyelenggaraan ibadah umrah oleh perseorangan atau kelompok masyarakat. Agar umrah backpacker tidak dilarang lagi, karena Saudi bahkan sudah membolehkan.

"Tentunya ketentuan baru itu juga tetap mengharuskan hadirnya negara untuk melindungi semua warga bangsa, termasuk jemaah umrah mandiri atau backpacker itu,” sambung Wakil Ketua MPR RI itu.

Hidayat meyakini, jika umrah mandiri dilegalisasi, tidak terlalu berdampak negatif pada pendaftaran keberangkatan umrah melalui biro travel. Pasalnya, masing-masing biro travel sudah memiliki ceruk jemaahnya sendiri dengan beragam fitur pelayanan.

"Malah, regulasi baru itu nantinya bisa mendorong untuk semakin profesionalnya biro travel umrah, sehingga tidak mengulangi masalah calon jemaah,” ungkapnya.

Kebijakan umrah mandiri itu, lanjut Hidayat, malah bisa mengoreksi dan menghapuskan biro travel umroh bermasalah bahkan bodong, yang menjanjikan keberangkatan dengan harga murah, tapi ternyata tidak melaksanakan janji yang dikampanyekan, sehingga menimbulkan banyak masalah dan kerugian terhadap jemaah umrah.

“Sebab dengan adanya regulasi yang baru nantinya, para jamaah akan memilih untuk umrah mandiri dibandingkan terpapar risiko gagal berangkat, atau gagal melaksanakan umroh dengan baik dan benar. Selain itu, jika melihat wisata religi agama lain, tidak ada aturan wisata religi ibadah lain harus melalui biro travel, atau larangan wisata religi backpacker,” ujar Hidayat.

Namun faktanya, kata HNW, biro travel wisata religi di luar haji-imrah juga berkembang dan tetap dapat tumbuh subur di Indonesia. Dengan semakin panjangnya antrean haji, umrah yang biasa dianggap sebagai Haji kecil adalah solusi mengobati kerinduan jamaah Indonesia untuk ke tanah suci.

:Pemerintah harusnya memfasilitasi dengan membuka seluruh opsi penyelenggaraan, termasuk keberangkatan mandiri (backpacker), dengan tetap memaksimalkan kewajiban negara melindungi warganya. Apalagi opsi umrah mandiri ini dibuka lebar oleh pihak Arab Saudi,” pungkasnya. (*)