Kejati Riau Hentikan Penyidikan Korupsi di PT PLN

Kejati Riau Hentikan Penyidikan Korupsi di PT PLN

Riaumandiri.co - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menghentikan penyidikan dugaan korupsi yang terjadi di tubuh PT PLN. Penyidikan bisa dibuka kembali jika di kemudian hari ditemukan adanya bukti baru.

Adapun perkara dimaksud adalah dugaan korupsi pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) 150 kV Gas Insulated Substation (GIS) Kota Pekanbaru, Gardu Induk Garuda Sakti Tahun Anggaran (TA) 2019. Dimana penanganan perkara dilakukan tim penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.

Disampaikan Kepala Kejati (Kajati) Riau, Akmal Abbas melalui Asisten Pidsus (Aspidsus) Imran Yusuf, pihaknya telah melakukan penanganan kasus secara objektif dan profesional. Para saksi telah dimintai keterangan, termasuk ahli untuk membuktikan adanya tindak pidana.


Ada tiga indikasi rasuah yang ditangani tim jaksa penyidik dalam perkara tersebut sebelumnya. Pertama, ada kesalahan dalam pelelangan, dimana nilai paket sebesar Rp200 miliar lebih namun proses lelang dilakukan di PT PLN Pekanbaru.

Kedua, ada indikasi proyek tidak berfungsi karena tidak sesuai spesifikasi. Ketiga, ada pekerjaan sipil yang juga tidak sesuai dengan ulasan dan kualitas.

Guna membuktikan hal itu, penyidik telah melakukan serangkaian proses penyidikan. Penyidik telah meminta keterangan saksi dan mengumpulkan dokumen.

Penyidik juga sudah meminta keterangan Ahli yang memiliki kompetensi di bidangnya. Seperti, ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menguji terkait alat kelistrikan dan teknis-teknisnya, Ahli Sipil terkait bangunan sipil, dan Ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mengetahui penyimpangan dalam proses lelang.

"Dari ketiga ahli yang kita minta pendapat, semua ahli telah menguji sesuai data, sesuai kondisi lapangan. Mereka semua menyimpulkan tidak ditemukan indikasi-indikasi sebagaimana hasil penyidikan pertama," ujar Imran Yusuf, belum lama ini.

Kendati begitu, tim jaksa penyidik tetap berusaha membuktikan apakah ada kerugian negara dari perkara itu. Namun tim tidak menemukan kerugian, bahkan tim menemukan fakta kalau proyek tersebut sudah direalisasikan dan berfungsi mengalirkan listrik untuk masyarakat Riau.

"Dari fakta penyidikan tersebut, keterangan ahli, fakta-fakta dokumen, data dan pencairan keuangan, penyidik tidak menemukan ada kerugian negara dari kegiatan tersebut," terang mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Badung itu.

Oleh karena itu, kata dia, proses penyidikan dihentikan. Itu ditandai dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Meski begitu, lanjut Imran, penyidikan bisa dibuka kembali jika di kemudian hari ada novum atau bukti baru. "Jika ke depan kita menemukan informasi yang bisa mengubah hasil penyidikan tersebut akan kita buka kembali dan kita tegas dia.

Untuk diketahui, perkara ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan pada Selasa, 10 Januari 2023 lalu. Saat itu, penyidik meyakini adanya peristiwa pidana dalam perkara itu.

Pada Selasa, 31 Agustus 2023, tim penyidik melakukan penggeledahan di Kantor PT Twink Indonesia yang beralamat di Twink Center 7th Floor, Jalan Kapten Tendean Nomor 82 Jakarta Selatan. Dimana sehari sebelumnya, penggeledahan juga dilakukan penyidik. Dimana Tim Penyidik mendatangi Kantor PT PLN UIP Sumbagteng yang berlokasi di Perum Citra Garden, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Pekanbaru.

Perkara ini bermula pada tahun 2019 lalu. Saat itu, Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau-Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah.

Nilai pagu pekerjaan pembangunan proyek ini, sebesar Rp320 miliar lebih. Dana ini bersumber dari anggaran PLN. Dari nilai pagu itu, disepakati berdasarkan hasil proses pelelangan terbatas, proyek dimenangkan oleh perusahaan dengan inisial PT T.

Kemudian dilaksanakan kontrak dengan nilai Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih. Dan dilakukan pula adendum kedua terkait perubahan nilai kontrak menjadi Rp309 miliar lebih.

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan sebelumnya, Jaksa menemukan beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara. Karena sampai saat ini, pekerjaan tersebut belum selesai dan belum fungsional.