Kejari Bengkalis Kembali Terapkan Restorative Justice

Kejari Bengkalis Kembali Terapkan Restorative Justice

Riaumandiri.co - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis kembali menghentikan penuntutan perkara melalui mekanisme Restorative Justice. Kali ini, Korps Adhyaksa itu menghentikan perkara perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.

"Benar. Hari ini kita telah menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) perkara dengan tersangka Rahnuddin," ujar Kepala Kejari (Kajari) Bengkalis Zainur Arifin Syah saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Maruli Tua Johanes Sitanggang, Selasa (19/12).

Dijelaskan Maruli, perkara yang menjerat Rahnuddin bermula pada Sabtu (7/10) sekira pukul 14.30 WIB. Saat itu, istri tersangka bersama anak-anaknya sedang berada di rumah orang tuanya di Jalan Cengkeh Desa Babussalam, Kecamatan Mandau.


Tersangka Rahnuddin kemudian datang ke rumah mertuanya itu untuk mencari sang istri dan anak-anaknya, namun tidak mendapat respon. Lalu, Rahnuddin pergi dan mendapati parang di tepi jalan, dan kembali ke rumah tersebut.

Sesampainya di sana, Rahnuddin mencoba memanggil istrinya. Sang istri kembali tidak menjawab dan hanya melihatnya melalui jendela rumah.

Tidak puas, Rahnuddin kemudian menuju ke belakang rumah dan berusaha masuk ke dalam lewat pintu belakang. Akan tetapi, istrinya yang diketahui bernama Fitri Agusti berserta anak-anaknya menahan dari dalam.

Rahnuddin lalu memukulkan pintu menggunakan parang tersebut kemudian sambil mengancam menggunakan parang.

Tidak terima hal itu, Rahnuddin kemudian dilaporkan ke polisi hingga ditetapkan sebagai tersangka. Seiring waktu, berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21 dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saat perkara di Jaksa, kemudian dilakukan mediasi perdamaian antara korban dan tersangka. Beruntung mediasi itu berjalan dengan baik.

Selanjutnya, JPU mengajukan permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan RJ ke Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI.

"Permohonan kita disetujui setelah dilakukan ekspos secara virtual pada Senin (18/12) kemarin," kata Maruli.

Maruli kemudian memaparkan alasan penghentian penuntutan. Yakni, telah dilaksanakan proses perdamaian, dan tersangka belum pernah dihukum sebelumnya, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," papar Maruli.

"Penghentian penuntutan perkara sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," sambungnya memungkasi.