Terdakwa Korupsi Proyek Masjid Raya Senapelan Ajukan Banding

Terdakwa Korupsi Proyek Masjid Raya Senapelan Ajukan Banding

Riaumandiri.co - Divonis 6 tahun penjara, Syafri dan Anggun Bestarivo Ernesia menyatakan banding. Hal yang sama juga dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bahkan JPU telah mengirimkan memori banding ke pengadilan.

Keduanya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Masjid Raya Pekanbaru atau Masjid Senapelan. Dalam proyek bermasalah itu, Syafri merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sementara Anggun Bestarivo Ernesia adalah Direktur PT Riau Multi Cipta Dimensi.

Keduanya divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Sidang tersebut yang digelar Senin (30/10).


Dalam putusannya, hakim menjatuhkan vonis selama 6 tahun terhadap keduanya dan denda sebesar Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU. Kendati begitu, keduanya menyatakan menolak dan mengajukan upaya hukum banding. Hal yang sama juga disampaikan JPU.

"Mereka (terdakwa Anggun dan Syafri,red) banding, kita (JPU,red) juga banding," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru Asep Sontani Sunarya melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Rionov Oktana Sembiring, Kamis (16/11).

Atas hal itu, tim JPU kemudian menyusun memori banding, dan telah diserahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru untuk diteruskan ke lembaga peradilan tingkat kedua.

"(Memori banding) Sudah kita serahkan ke pengadilan pada Selasa (14/11) kemarin," kata Rionov.

Dalam perkara itu, juga terdapat dua terdakwa lainnya. Mereka adalah Ajira Miazawa selaku Direktur CV Watashiwa Miazawa merupakan rekanan pengerjaan proyek dan Imran Chaniago selaku pihak swasta atau pemilik pekerjaan.

Syafri divonis 7 tahun dan dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta subsidair 4 bulan kurungan. Dia juga dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1.077.778.646,89 subsidair 3,5 tahun penjara.

Sementara tuntutan Jaksa terhadapnya adalah 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 6 bulan kurungan. Terkait uang pengganti kerugian keuangan negara, Imran dituntut membayar Rp1.077.778.646,89 atau diganti kurungan selama 4 tahun.

Sedangkan Ajira Miazawa dihukum penjara 4 tahun dan didenda Rp200 juta atau diganti hukuman penjara selama 1 tahun. Uang sebesar Rp131 juta sudah dititipkan terdakwa Ajira ke Kejari Pekanbaru dan dihitung sebagai pengganti uang kerugian negara.

Tuntutan JPU terhadap terdakwa Ajira Miazawa adalah pidana penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp131 juta subsidair  2 tahun 3 bulan penjara.

Terhadap putusan itu, kedua terdakwa dan JPU menyatakan menerima. Dengan begitu, perkara keduanya telah dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Untuk terdakwa Imran Chaniago dan Ajira (Miazawa), perkaranya sudah inkrah," pungkas Rionov.

Untuk diketahui, dugaan korupsi terjadi pada 2021, ketika Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau melaksanakan kegiatan Pekerjaan Pembangunan Fisik Masjid Raya Pekanbaru. Kegiatan tersebut bersumber dari APBD Provinsi Riau dengan pagu anggaran sebesar Rp8.654.181.913.

Proyek ini dimenangkan oleh CV Watashiwa Miazawa dengan nilai kontrak sebesar Rp6.321.726.003,54, dan dilaksanakan selama 150 hari kalender dimulai sejak tanggal 3 Agustus hingga 30 Desember 2021.

Pada tanggal 20 Desember 2021, Syafri selaku PPK meminta untuk mencairkan pembayaran 100 persen. Sedangkan bobot pekerjaan baru diselesaikan lebih kurang 80 persen, dilaporkan bobot atau volume pekerjaan 97 persen.

Berdasarkan perhitungan fisik oleh ahli, bobot pekerjaan yang dikerjakan diperoleh ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dan volume pekerjaan 78,57 persen atau kekurangan volume pekerjaan. Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau diketahui kerugian keuangan negara sebesar Rp1.362.182.699,62.