Megawati Ungkit Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

Megawati Ungkit Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

Riaumandiri.co - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menanggapi sejumlah peristiwa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan ini. Megawati menduga ada sejumlah manipulasi hukum yang telah terjadi.

Dalam pidatonya, Megawati juga mengungkit sejarah pembentukan MK.

"Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua, bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani," ujar Megawati dalam pidatonya yang disiarkan lewat YouTube, Minggu (12/11).


"Rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran. Hukum harus menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum harus menjadi alat mengayomi seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan keadilan inilah, kemakmuran pasti akan bisa diwujudkan," kata Mega.

Megawati kemudian mengenang momen dirinya membentuk MK. Saat itu dia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ia menyinggung pemilihan lokasi gedung MK yang berada di dekat Istana.

"Apa yang terjadi saat ini mengingatkan saya ketika sebagai presiden RI saat itu diperintahkan melalui perubahan ketiga UUD 1945 yang diatur dalam pasal 7b, pada 24 ayat 2, dan pasal 24 c tentang dibentuknya Mahkamah Konstitusi," kata Megawati.

Menurutnya, kehendak rakyat melalui reformasi adalah perlawanan terhadap watak dan kultur pemerintahan yang kala itu sangat otoriter. Ia menyebut nepotisme, kolusi, dan korupsi lahir dari kultur otoriter dan sangat sentralistik tersebut. Ia menyebut praktek kekuasaan seperti itulah yang mendorong lahirnya reformasi.

Dalam kesempatan itu, Mega juga mengajak masyarakat untuk terus mengawal Pemilu 2024 dengan nurani dan sepenuh hati. Ia ingin Pemilu ini menjadi momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik.

MK menjadi sorotan publik belakangan ini. Hal itu bertalian dengan putusan soal syarat usia minimal capres-cawapres yang semula paling rendah 40 tahun menjadi paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan itu membuat anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus keponakan Anwar Usman (yang kala itu menjabat Ketua MK), Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.

Atas putusan itu, Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan Anwar Usman melanggar kode etik. Anwar pun dicopot dari jabatan Ketua MK. Hakim Konstitusi Suhartoyo yang terpilih menjadi pengganti Anwar di bangku Ketua MK.