Akan Timbulkan Malapetaka Kalau KPU Paksakan Putusan MK Diadopsi jadi PKPU

Akan Timbulkan Malapetaka Kalau KPU Paksakan Putusan MK Diadopsi jadi PKPU

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menegaskan perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dikonsultasikan di DPR. Jika KPU tetap memaksakan dikhawatirkan malah akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

“Sudah banyak para pakar yang menyatakan bahwa kalau tanpa melalui prosedur konsultasi dianggap cacat prosedur. Ini tentu akan menimbulkan malapetaka kalau seandainya KPU memaksakan keputusan MK langsung diadopsi menjadi PKPU tanpa melakukan konsultasi ke DPR,” kata Guspardi, di Media Center DPR RI, Kamis (19/10/2023).

Putusan MK tersebut terkait syarat dan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah, baik di level gubernur, bupati,  maupun wali kota.

Politisi PAN ini kemudian menyatakan bahwa yang menjadi persoalan saat ini adalah DPR sedang mengalami masa reses. Sehingga prosedur konsultasi yang seharusnya dilakukan menjadi terhambat. RDPU boleh saja dilakukan jika mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR RI.

“Pelaksanaan reses sudah dimulai sejak tanggal 4 Oktober sampai dengan 30 Oktober. Aturan mengatakan,9 selama masa reses DPR tidak boleh melakukan Rapat Dengar Pendapat, rapat kerja, ataupun RDPU dengan masyarakat umum. Boleh dilakukan RDPU, rapat kerja manakala mendapatkan izin dari pimpinan DPR. Itu mekanisme,” jelas Guspardi.

Untuk itu, MK sebagai lembaga yudikatif tidak bisa membuat keputusan mengenai perubahan Undang-Undang Pemilu termasuk juga PKPU. Sebab, jelasnya, pembuat undang-undang merupakan ranah dari DPR bersama pemerintah sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

“Perppu-nya juga harus mendapatkan pengesahan dari DPR, tidak perlu dibahas kalau Perppu yang dilakukan oleh pemerintah. Apakah DPR setuju atau tidak dan tidak perlu ada pembahasan terhadap hal-hal yang berkaitan terhadap pasal demi pasal, ayat demi pasal. Hanya mengatakan bahwa setuju atau tidak setuju,” tutupnya. (*)