Putusan MK Tak Bisa jadi Acuan KPU Sebelum UU Pemilu Direvisi

Putusan MK Tak Bisa jadi Acuan KPU Sebelum UU Pemilu Direvisi

RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak serta merta bisa dilaksanakan karena harus melalui revisi undang-undang terkait.

Penegasan itu disampaikan Yanuar, Selasa (27/10/2023), menyikapi putusan MK terkait batasan usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres).

Yanuar menyebutkan batas usia minimal 40 tahun sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Bahkan syarat-syarat lain pun bagi capres dan cawpares tidak ditegaskan dalam konstitusi.

"Artinya, konstitusi menyerahkan semua soal ini kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah," kata Yanuar.

Menurut Yanuar, MK dalam putusannya memang tetap mempertahankan usia 40 tahun bagi capres dan cawapres, sebagaimana diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Namun dengan menambahkan alternatif sebagai norma baru. Padahal MK bukan pemegang mandat legislasi. Karena itu UU yang ada harus direvisi.

Putusan MK menyebutkan bahwa syarat capres/cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

"Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu," kata Yanuar.
  
Karena Putusan MK ini bersiifat final dan mengikat, sehingga tidak ada pilihan lain, yaitu harus dilaksanakan. Hanya saja, kata Yanuar, putusan ini memerlukan revisi UU Pemilu untuk menjadi pedoman KPU dalam pendaftaran capres/cawapres.

Waktu sudah sangat mepet. Pendaftaran capres/cawapres dibuka tanggal 19-25 Oktober 2023. Kemungkinan besar mekanisme perubahan UU Pemilu akan ditempuh melalui Perppu.

"Sepanjang belum ada perubahan UU Pemilu, maka Putusan MK tersebut belum bisa dijadikan acuan. Maka, KPU sebaiknya tetap berpedoman pada UU yang masih berlaku," tegas Yanuar. (*)