Sidang Korupsi Bupati Meranti Nonaktif, Dinonjobkan Usai Protes UP GU Dipotong

Sidang Korupsi Bupati Meranti Nonaktif, Dinonjobkan Usai Protes UP GU Dipotong

Riaumandiri.co - Saat menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Meranti, Rizki Hidayat sempat protes atas kebijakan Muhammad Adil terkait pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) sebesar 10 persen. Oleh sang bupati, Rizki kemudian dinonjobkan.

Rizki Hidayat merupakan salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (11/10). Duduk di kursi pesakitan adalah Bupati Meranti nonaktif, M Adil.

Disampaikan Rizki, ia sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) mulai tahun 2018 sampai 2021. Selanjutnya, ia diamanahi menjabat Kepala BPBD Kepulauan Meranti.


Pada tahun 2021 itu, kata dia, awalnya pemberian uang kepada bupati hanya bersifat sumbangan sukarela. Tidak ada besaran patokan. 

Uang itu untuk operasional bupati yang tak dialokasikan. Bupati dalam hal ini meminta lewat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Alamsyah Almubarok.

Kemudian, Kepala BPKAD berganti Fitria Nengsih. Sejak itulah ada patokan 10 persen setiap pencairan UP dan GU.

Menurut Rizki, ia hanya 2 kali memberikan uang. Saat pemberian kedua, ia sempat menyampaikan protes perihal adanya keharusan untuk melakukan setoran tersebut.

"Saya komplain, saya bilang berbahaya ini," ungkapnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Muhammad Arif Nuryanta itu.

Lanjut dia, ketika menjabat Kepala BPBD, dia mengaku 2 kali melakukan penyerahan uang dengan total sebesar Rp70 juta.

Rizki sempat mengambil cuti dari pekerjaan. Namun ketika ia masuk kembali bekerja, ia kaget tiba-tiba mendapat surat pemindahan.

"Pas masuk lagi, saya dikasih surat dipindahkan sebagai staf di Pemdes, tidak ada pemberitahuan sebelumnya," kata Rizki.

"Saya lapor ke beliau (Bupati M Adil,red) tidak Kepala BPBD lagi. Beliau bilang ya udah nggak apa-apa mas, sabar ya katanya menirukan perkataan M Adil saat itu.

Setelah itu lanjut Rizki, ia mengajukan pemindahan ke Kabupaten Kampar.

Selain Rizki, ada 10 orang saksi yang dihadirkan JPU pada persidangan tersebut. Mereka dari kalangan pejabat aktif, bendahara dan mantan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.

Mereka antara lain Juwita Ratna Sari, mantan Sekretaris Disparpora, M Syafii Muwardi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang), Siska Puspita Dewi, Bendahara Pengeluaran Bappeda Litbang.

Lalu, Eko Mahendra, Bendahara Pengeluaran Disparpora, Kurniawan Adiputra, Plt Kadis Kepemudaan dan Olahraga, Wan Zulkifli, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Ramona, Bendahara Pengeluaran Badan Kesbangpol, Sukirno, Plt Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Tengku Ahmad, Bendahara Pengeluaran Dinas Perpustakaan dan Butet, Bendahara Perpustakaan.

Adil dalam hal ini didakwa melakukan 3 dugaan korupsi sekaligus. Yakni, pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, penerimaan fee jasa travel umrah dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Dalam dakwaan pertama disebutkan,M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan. Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp5 miliar lebih. 

Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp14 ,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp750 juta.

Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada Auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red9 Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada M Fahmi Aressa selaku auditor BPK Perwakilan Riau sebesar Rp1 miliar.

M Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. Terdakwa M Adil ingin agar M Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).