Kejati Riau Siapkan Berkas Kasus Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Enok

Kejati Riau Siapkan Berkas Kasus Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Enok

Riaumandiri.co - Proses penyidikan dugaan korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok Kecamatan Enok Tahun Anggaran (TA) 2012 masih berlanjut. Saat ini, penyidik tengah persiapan pemberkasan terhadap dua tersangka.

Ada dua orang tersangka dalam perkara ini, HMF dan BS yang masing-masing merupakan Direktur dan mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ). Perusahaan itu adalah rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.

Keduanya menyandang status tersangka pada Kamis (7/9), dan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Penyematan status tersebut dilakukan Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.


Asisten Pidsus (Aspidsus) Kejati Riau, Imran Yusuf menyampaikan perkembangan penyidikan yang dilakukan. Dimana saat ini pihaknya tengah persiapan pemberkasan terhadap dua tersangka.

"Sudah mulai pemeriksaan saksi-saksi," ujar Imran Yusuf, Kamis (5/10).

Seperti diketahui, saat penetapan tersangka, hanya seorang tersangka yang hadir, yaitu BS. Dia langsung dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan.

Sementara HMF saat itu memilih mangkir. Hingga saat ini, yang bersangkutan belum dilakukan pemeriksaan.

"Belum, lagi penjadwalan (pemeriksaan terhadap HMF)," sebut mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Badung itu.

"Untuk tahapan penyidikan khusus, lagi persiapan jadwal (pemeriksaan)," sambungnya memungkasi.

Sebelumnya Bambang Heripurwanto pernah memaparkan modus yang dilakukan para tersangka. Yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada tanggal 17 Mei 2012, dimana HMF dan BS melengkapi persyaratan lelang/tender.

"Selanjutnya tersangka BS bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif," kata Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau belum lama ini.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT. BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

"Tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," beber Bambang.

Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen Kontrak / Addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka BS merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan BS juga yang membeli barang-barang material proyek.

Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HMF dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.

"Menurut Ahli Fisik ITB (Institut Teknologi Bandung, red) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak / addendum I dan II. Sehingga menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, red) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp1.842.306.309,34," pungkas Bambang.