221 Perusahaan Kena Denda Ekspor

221 Perusahaan Kena Denda Ekspor

RIAUMANDIRI.CO - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan melaporkan, ada 221 perusahaan yang terkena pemblokiran layanan ekspor akibat tidak mematuhi ketentuan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) selama 2019 hingga Juli 2023.

Pengenaan sanksi itu diberikan sesuai aturan lama Devisa Hasil Ekspor dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019, sebelum implementasi PP Nomor 36 Tahun 2023 per 1 Agustus 2023.

"Untuk yang pemblokiran sesuai dengan data kami PP 1 Tahun 2019 ini ada 221 perusahan yang terkena blokir," ujar Kepala Subdirektorat Ekspor Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Pantjoro Agoeng di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Tak hanya pemblokiran, pelanggaran ketentuan DHE SDA sejak 2019 ini juga dikenakan denda administratif senilai Rp 56 miliar. Namun, Agoeng menyampaikan, denda yang terbayarkan baru sekitar Rp 22 miliar.

"Sehingga yang masih penagihan di KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Rp 32 miliar," ucapnya.

Untuk diketahui, pemerintah melalui PP 36/2023 telah mengubah ketentuan pengenaan denda bagi eksportir yang tidak menempatkan uang hasil ekspornya di dalam negeri. Sanksi tersebut dihilangkan, sehingga eksportir nakal nantinya hanya terkena pemblokiran layanan ekspor.

Adapun dari 221 eksportir tersebut, kata Agoeng, sebanyak 131 diantaranya telah kewajiban penempatan DHE di sistem keuangan Indonesia (SKI) sehingga bisa kembali ekspor. Sementara sisa 90 perusahaan lainnya masih diblokir.

"Kami tidak akan menyampaikan perusahaan apa saja, tapi paling banyak pertambangan dan perkebunan," imbuhnya.

Namun, ia percaya para eksportir kelak akan membayarkan denda sesuai peraturan lama. "Bahkan mekanisme kita, kalau dia dalam jangka waktu tertentu tidak dia sampaikan, pasti akan segera ditindaklanjuti oleh KPKNL," pungkasnya.

Seemntara itu, pemerintah optimistis nilai devisa hasil ekspor (DHE) tahun ini masih bisa tembus USD 60 miliar untuk memperkuat cadangan devisa (cadev) negara, meskipun harga komoditas ekspor menunjukan grafik pelemahan.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, devisa hasil ekspor yang terkumpul pada 2022 sebesar USD 203 miliar dari total USD 292 miliar total ekspor tahun lalu.

Angka itu didapat dari nilai ekspor empat komoditas sumber daya alam (SDA) yang termasuk wajib setor DHE dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023, yakni pertambangan, perkebunan, perhutanan, dan perikanan.

"Kalau kita pakai angka USD 203 miliar di 2022, sekarang kan sejak pandemi ekspor kenaikannya cukup tinggi, angkanya rata-rata USD 290 miliar. Terakhir sebelum pandemi sebelum booming komoditas USD 170-180 miliar, sekarang rata-rata lebih dari USD 270-280 miliar," paparnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/8).

Kendati pertumbuhan tahun ini melambat, Susiwijono coba memperkirakan kinerja ekspor tahun ini bisa mencapai USD 290 miliar. Sehingga 30 persen dari DHE yang wajib ditaruh di sistem keuangan Indonesia (SKI) sekitar USD 60 miliar.

"Kita masih hitung tahun ini dengan pola yang sama, walau growth ekspor melambat, maka yang ditetensi sekitar USD 60 miliar," imbuh Susiwijono.

Menurut dia angka tersebut cukup besar. Apalagi cadangan devisa Indonesia per Juli 2023 tercatat sebesar USD 137,7 miliar, naik sedikit dari Juni 2023 senilai USD 137,5 miliar.

"Trennya sempat naik turun sedikit, tapi beberapa bulan di atas USD 130 miliar atau setara 6 bulan lebih ekspor impor kita cukup kuat. Sehingga cadev dengan DHE ini mudah-mudahan ada penguatan," tuturnya.(nan, lp6, CNBC)



Tags Ekonomi