Puncak Bencana Kekeringan Diprediksi Akhir Agustus Akibat El Nino

Puncak Bencana Kekeringan Diprediksi Akhir Agustus Akibat El Nino

RIAUMANDIRI.CO - Kepala Badan Meteorologis, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi bencana kekeringan yang merupakan dampak dari El Nino bakal mencapai puncaknya pada akhir Agustus ini. Menurut Dwikorita, hal ini bakal membuat dampak dari El Nino semakin terasa di wilayah Indonesia.

"El nino indeksnya semakin menguat sudah memasuki moderat dan diprediksi efek atau impact-nya akan makin terasa, yaitu kekeringan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia," kata Dwikorita di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).

Menurutnya, puncak musim kemarau tidak akan terjadi serentak di Indonesia. Kekeringan tersebut bakal dimulai dari wilayah Barat dan berangsur-angsur ke wilayah Selatan sepanjang bulan September.

"Di Nusa Tenggara diprediksi efek atau dampaknya ini akan bisa berlangsung sampai Desember. Itu di Nusa Tenggara memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah kelihatan mulai mengering, ya," kata Dwikorita.

Meski begitu, Dwikorita menyebut intensitas fenomena El Nino yang terjadi di Indonesia terbilang rendah. Sebab, Indonesia dikelilingi oleh laut. Berbeda dengan yang terjadi di negara lain seperti India, Thailand, dan Vietnam yang lebih parah.

Sebagai gambaran, Dwikorita menyebut kekeringan yang terjadi di Indonesia bakal mirip dengan yang terjadi pada tahun 2019, namun tidak akan separah pada 2015. Sebab, saat itu fenomena El Nino diperparah dengan bencana kebakaran hutan.

"Potensi karhutla (tahun ini) ada, seperti tahun 2019 kan juga banyak spot-spot ya titik titik api. Namun insya Allah, karena kita menyiapkan bahkan sejak Desember, kita udah sudah wanti-wanti dengan Ibu Menteri LHK," kata dia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis basah dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Namun, iklim Indonesia juga dipengaruhi oleh fenomena alam yang terjadi di samudera pasifik dan samudera hindia, yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).

El Nino adalah kondisi anomali suhu muka air laut di Samudera Pasifik yang lebih hangat dari normal, sedangkan IOD adalah kondisi anomali suhu muka air laut di Samudera Hindia yang lebih dingin di sebelah barat dan lebih hangat di sebelah timur. Kedua fenomena ini dapat mempengaruhi pola angin dan curah hujan di wilayah Indonesia.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa El Nino dan IOD positif akan terjadi bersamaan pada bulan Juni hingga September. Hal ini akan menyebabkan Indonesia mengalami kekeringan panjang yang berdampak pada ketahanan pangan dan ketersediaan air.