JPU KPK Siapkan 80 Orang Saksi Pada Kasus Eks Bupati Meranti

JPU KPK Siapkan 80 Orang Saksi Pada Kasus Eks Bupati Meranti

RIAUMANDIRI.CO- Sekitar 80 orang saksi dari berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti dipersiapkan untuk membuktikan dakwaan terhadap terdakwa Muhammad Adil. 

M Adil sendiri merupakan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif. Dia didakwa melakukan tiga kasus korupsi.

Dia telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (22/8) kemarin. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.


Saat itu, M Adil yang mengikuti persidangan secara virtual dari Rutan KPK di Jakarta menyatakan mengerti dan tidak keberatan atas dakwaan JPU tersebut. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian.

JPU KPK Ikhsan Fernandi mengatakan, ada sekitar 80 saksi yang akan dihadirkan. Setiap pejabat OPD di Kabupaten Kepulauan Meranti rencananya akan dihadirkan.

"Untuk pekan pertama besok rencananya 10 orang saksi," kata Ikhsan.

Sepuluh orang tersebut merupakan bagian dari 80 saksi yang akan dipersiapkan. Puluhan saksi ini rencananya akan dihadirkan secara bertahap, yakni dimulai pekan depan.

JPU dalam dakwaannya menyatakan M Adil melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan Auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Nama yang disebutkan terakhir juga telah menjalani sidang perdana di hari yang sama dengan M Adil. Berbeda dengan M Adil, Fahmi menyatakan keberatan atas dakwaan JPU, dan mengajukan eksepsi pada sidang berikutnya.

Dalam dakwaan pertama, JPU menyebut M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan. 

"Terdakwa meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD  tidak punya utang kepada terdakwa," ujar JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Arief Nuryanta.

Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan Kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah Kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih, dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. "Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun  sebesar Rp17.280.222.003,8," beber JPU.

Pada Dakwaan Kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku Kepala Perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp1,47 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp750 juta.

"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran  memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour,"  beber JPU Ikhsan.

Sementara itu, dalam Dakwaan Ketiga dinyatakan bahwa M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada Auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku Auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp1 miliar," lanjut JPU.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022. "Terdakwa  ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)," tutur JPU.

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dan atau, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1)  ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dan atau Kedua, diancam pidana Pasal

13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(dod)