Menuju Negara Berpenghasilan Tinggi, Mulyanto: Hilirisasi SDA Harus Diganti Industrialisasi

Menuju Negara Berpenghasilan Tinggi, Mulyanto: Hilirisasi SDA Harus Diganti Industrialisasi

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah mengembangkan program hilirisasi menjadi industrialisasi sumber daya alam bila ingin menjadi negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income).

"Industrialisasi SDA harus menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan nasional," kata Mulyanto kepada media ini, Jumat (7/7/2023).

Mulyanto menanggapi kabar Bank Dunia menyebut Indonesia masuk negara berpenghasilan menengah atas karena pertumbuhan ekonominya pasca pandemi mencapai 5,3 persen pada 2022 dengan pendapatan per kapita sebesar USD 4.580, naik dari tahun 2021 yang sebesar USD 4.140. 

"Jadi kita baru di awal tangga negara Upper-Middle Income. Klasifikasi Bank Dunia untuk negara upper-middle income adalah pendapatan per kapita antara USD 4,046 dan USD 12,535," kata Mulyanto.

Karena itu kata Mulyanto, mulai sekarang pemerintah harus segera memikirkan tahapan perubahan program hilirisasi menjadi industrialisasi SDA secara terpadu dan terencana untuk menghasilkan barang jadi dan jasa dengan nilai tambah tinggi.

Mulyanto menjelaskan untuk menuju negara berpenghasilan tinggi pemerintah harus terus bekerja keras memacu pertumbuhan ekonomi.  Pertumbuhan ekonomi tersebut mestilah digerakkan oleh sektor industri yang semakin efisien dan padat teknologi dengan SDM yang semakin ahli. 

Tahap ini harus dimantapkan terlebih dahulu agar bisa terbentuk landasan bagi tumbuhnya ekonomi berbasis inovasi dan masuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.

Kalau tidak, kata Mulyanto, alih-alih menjadi negara maju, bisa-bisa terjebak pada MIT (middle income trap). Terus berada di kotak negara berpenghasilan menengah dengan income per kapita di bawah USD12,535.

"Kita harus jujur, sekarang ini industrialiasi kita berada pada kondisi yang oleh para ahli disebut sebagai deindustrialisasi dini.  Kontribusi sektor industri terhadap PDB menurun, meski belum mencapai puncaknya," ungkapnya.
 
Menurutnya program hilirisasi SDA seperti nikel, timah, bauksit, tembaga masih setengah hati. Ekspor konsentrat tembaga dari Freeport masih diizinkan meski melanggar UU Pertambangan Minerba.

Lalu produk nikel yang diekspor masih berupa barang setengah jadi dengan kandungan nikel rendah seperti nickel pig iron (NPI) dan Feronikel.

"Kritik IMF atas program hilirisasi SDA, dalam sudut pandang positif, tertuju pada poin ini.  Penerimaan negara atas hilirisasi SDA masih minim, ketimbang insentif yang diberikan," kata politisi PKS itu.

Dia mengakui devisa ekspor memang tinggi, namun uangnya masuk ke investor dan diparkir di luar negeri dalam bentuk dolar. "Inikan hilirisasi yang tidak berkualitas. Perlu dievaluasi habis-habisan," tegasnya. (*)



Tags Ekonomi