KPK Periksa 22 Orang Saksi di Meranti

KPK Periksa 22 Orang Saksi di Meranti

RIAUMANDIRI.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini masih berada di Kabupaten Kepulauan Meranti untuk mendalami dugaan rasuah yang melibatkan sang bupati nonaktif, Muhammad Adil. Kali ini, Penyidik Lembaga Antirasuah itu melakukan pemeriksaan terhadap 22 orang saksi.

M Adil ditetapkan sebagai tersangka tiga kasus sekaligus. Yakni, dugaan korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi pengadaan jasa umrah dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.

Selain M Adil, perkara ini juga menjerat dua orang lainnya sebagai tersangka. Yaitu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.


Untuk melengkapi berkas para tersangka, KPK 22 orang saksi untuk menjalani pemeriksaan. Beberapa orang diantaranya adalah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.

"Pemeriksaan saksi TPK (Tindak Pidana Korupsi,red) pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023 dan TPK penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk tersangka MA dan kawan-kawan," ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Selasa (16/5).

Adapun 22 orang saksi itu, disampaikan Ali, yakni Saiful Bakhri selaku Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup, Dr Suhadi selaku mantan Direktur Utama (Dirut) RSUD, Muhammad Fahri selaku Kadis Kesehatan dan Agustia Widodo selaku Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Lalu, Sukirno selaku Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Sutardi selaku Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP), Perawitami selaku Kadis Perpustakaan dan Kearsipan, serta Rawelly Anelia selaku Inspektur di kabupaten tersebut.

Berikutnya, M Sakinul Wadi selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan, dan Wan Zulkifli selaku Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Dodi Kurniawan selaku Kabid Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Afriani Rizka, ASN di Bagian Pengadaan Barang/Jasa (BPBJ), Zulfadillah, honorer di BPBJ, Istiqomah selaku Kabid Aset BPKAD.

Saksi lainnya adalah Deddi Fauzan selaku Kasubbag Umum Kepegawaian dan Program di Dinas Perkim, Yeni selaku Kasubag Keuangan dan Aset di UPTD RSUD Kepulauan Meranti, Monalika selaku Kasubag Umum DPMPTSP.

Kemudian, Dharma Putra, staf pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Restu Prayogi selaku Ajudan Bupati Kepulauan Meranti, Hilwin selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), M Tabroni PNS dan Rinarni, seorang ibu rumah tangga.

Ali Fikri menyebutkan, tim penyidik KPK diturunkan langsung ke Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melakukan pemeriksaan para saksi tersebut. Sejak pekan lalu, sudah 48 saksi yang dipanggil.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Kabupaten Kepulauan Meranti Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti," imbuh Ali Fikri.

Diketahui, KPK mengamankan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti, Siak dan Pekanbaru pada Kamis (6/4) malam. Ketiganya sudah ditahan untuk kelancaran  proses penyidikan lebih lanjut.

M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Masa penahanan tersangka juga sudah diperpanjang.

Sebelumnya Ali Fikri menyebut, M Adil  diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai dengan 10 persen untuk setiap SKDP," jelas Ali Fikri belum lama ini.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," beber Ali Fikri.

M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. 

"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali Fikri.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26,1 miliar. Uang itu berasal dari berbagai pihak, dan terus didalami oleh KPK.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Dod)