Politisi Senior PDIP Sebut Putusan Penundaan Pemilu Bukan Ranah PN

Politisi Senior PDIP Sebut Putusan Penundaan Pemilu Bukan Ranah PN

RIAUMANDIRI.CO- Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang meminta KPU menunda Pemilu 2024, terus menuai penolakan dari seluruh elemen. Bahkan, politisi senior PDI Perjuangan Riau, Kordias Pasaribu menilai putusan itu bukan merupakan ranah PN.

“Sebenarnya putusan itu belum bisa dijadikan acuan karena belum inkrah, jangan dibesar-besarkan, jadi bias nanti. Terlalu jauh nanti ditafsirkan, masih banyak prosesnya,” kata Kordias, Sabtu (4/3/2023).

Mantan Ketua DPD PDIP Riau yang juga pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Riau itu mengatakan persoalan sengketa Pemilu harus berpedoman pada UU Pemilu.


"Saya jelas tidak sepakat dengan putusan tersebut, dan mendukung KPU agar Pemilu berjalan tepat waktu. Semua pihak juga sudah sepakat sebenarnya. Bahkan presiden tidak ada niat memperpanjang masa jabatan maupun menunda Pemilu ini,” cakapnya lagi.

Eks Ketua PDIP Riau itu juga menyinggung soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menolak judicial review terkait perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu.

"Jadi, memang Pemilu ini tetap 2024 ya. Karena seharusnya putusan MK itu menjadi rujukan bersama. Itu PN tidak tepat juga memutuskan hal Pemilu ini, putusan itu tidak tepat jika dijalankan. Jangan karena segelintir orang Pemilu ditunda itu tidak mungkin,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan memerintahkan penundaan pelaksanaan tahapan Pemilu.

Gugatan tersebut dilayangkan pasca Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu.

Gugatan perdata Partai Prima terhadap KPU teregister dengan nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Adapun gugatan didaftarkan pada 8 Desember 2022.

Majelis hakim menyatakan penggugat (Partai Prima) adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU).

Majelis hakim menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada penggugat.

"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, 7 hari," dikutip dari putusan tersebut.