Pekerja Migran Indonesia di Kamboja Minta Perlindungan ke Anggota DPD RI

Pekerja Migran Indonesia di Kamboja Minta Perlindungan ke Anggota DPD RI

RIAUMANDIRI.CO - Sejumlah pekerja migran Indonesia di Kota Chrey Thum, Kamboja diperlakukan secara tidak wajar oleh perusahaan berkedok usaha jasa layanan pinjaman online.

Hal tersebut terungkap dari surat yang ditulis di bekas kotak bungkusan oleh enam pekerja yang berhasil melarikan diri dari tempat kerjanya. Surat itu ditujukan kepada kepada Anggota DPD RI dari Aceh H. Sudirman. Surat tersebut dikirim dalam bentuk foto dan ke nomor Whatsap salah satu staf ahli dari H. Sudirman.

Kebetulan dari 6 (enam) pekerja yang berhasil melarikan diri itu, salah satunya berasal dari Aceh, yakni Zihan Salsabila dari Kabupaten Pidie Jaya. Dia berinisiatif mengirim surat yang ditanda tangani bersama kepada H. Sudirman. 

Sementara lima lainnya yaitu Muhammad Saputra (Sumut), Niken Prihatin (Jawa Timur), Rofuan Maindra (DKI Jakarta), Finan Hendra (Sumut) dan Riko Alexander (Kalbar).

Dalam surat tersebut, mereka menceritakan terkait perlakukan yang sangat tidak wajar dan tidak manusiawi yang diterima pekerja Indonesia di sana. Ada rekan mereka yang dikurung, bahkan disetrum hanya karena lupa menyerahkan handphone saat akan masuk kerja.

Mereka juga didenda pemotongan gaji jika tidak mencapai target yang dibebankan, bahkan disuruh lari keliling lapangan hingga 10 kali.

Selain itu, mereka juga dipaksa untuk bekerja selama 12 jam dan lembur tanpa dibayar. Selain itu, ada pekerja yang paspor dan dokumen lainnya ditahan perusahaan ketika kontrak kerjanya telah selesai dan berniat untuk kembali ke Indonesia. Akibatnya, mereka tidak bisa membeli tiket penerbangan dan keluar dari Kamboja. 

Hal tersebut yang membuat enam pekerja Indonesia nekat dan berhasil melarikan diri dari lokasi tempat mereka bekerja. Namun mereka tidak tahu harus kemana dan bagaimana cara untuk mendapatkan perlindungan dan dapat kembali ke Indonesia.

Saat ini keenam pekerja yang melarikan diri tersebut bersembunyi di suatu tempat dan tidak berani keluar karena takut dan menghindari kejaran pihak perusahaan. Mereka juga tidak bisa bergerak untuk mencari perlindungan ke KBRI Phnom Penh karena tidak memiliki bekal serta dokumen paspor karena ditahan perusahaan.

Terkait hal itu, H. Sudirman merasa sangat prihatin dengan kondisi pekerja migran di Kamboja setelah menerima surat dari mereka yang berhasil kabur.

“Tentu kita merasa sangat prihatin terhadap kondisi mereka disana setelah menerima surat yang ditujukan kepada saya dan dikirim melalui nomor WA salah satu staf ahli saya. Mereka telah tiga hari kabur dari tempat kerja dan sedang bersembunyi mengindari kejaran dari pihak perusahaan tersebut,” ujar H. Sudirman atau akrab disapa Haji Uma, Senin (20/2/2023).

Sudirman juga menjelaskan bahwa saat ini dirinya melalui staf ahlinya Muhammad Daud telah melakukan komunikasi intensif dengan pekerja tersebut.

Dirinya juga telah berkoordinasi dan mengirim surat resmi kepada Direktur Perlindungan WNI/BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI), tanggal 16 Februari 2023 terkait upaya perlindungan kepada pekerja migran Indonesia di Indonesia.

“Saya dan staf ahli saya telah berkomunikasi intens dengan mereka guna mendapatkan informasi detail terkait kondisi mereka dan rekannya di sana. Selain itu, saya juga telah berkoordinasi dan mengirim surat resmi ke Bapak Yudha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu untuk upaya perlindungan dan evakuasi para pekerja kita dari Kamboja,” jelas H. Sudirman.

H. Sudirman juga menjelaskan kronologis bagaimana para pekerja migran Indonesia sampai bekerja di Kamboja.

Berdasarkan cerita di surat yang diterimanya, para pekerja tersebut mendapat informasi dan tawaran kerja di Kamboja dari Facebook dengan iming-iming gaji besar dan kerja santai.

Namun setelah bekerja, kondisinya bertolak belakang dari yang dijanjikan. Bahkan, mereka mulai tahu jika perusahaan tersebut melakukan praktik penipuan berkedok layanan jasa pinjaman online.

Target teritorial operasi perusahaan tersebut adalah Indonesia, namun mereka operasinya dijalankan dari Kota Chrey Tum, Kamboja.

Mereka menyasar warga Indonesia sebagai korban dengan modus menawarkan pinjaman online. Cara kerjanya yaitu menggunakan aplikasi, sebelum pencairan pinjaman.

Calon nasabah diharuskan membayar 10 persen dari total pinjaman untuk mendapatkan kode OTP. Setelah itu, mereka akan menipu dan meminta biaya lagi dari nasabah dengan cara mengirim kode OTP yang salah dan kembali meminta biaya.

“Dari cerita mereka, target wilayah utama operasi mereka adalah Indonesia dan ini adalah modus penipuan berkedok pinjaman online," jelas Haji Uma.

Nasabah tidak akan pernah mendapat pinjaman dan bahkan akan terus diminta biaya untuk proses pencairan pinjaman. Sementara pekerja dipaksa mendapatkan target dan mereka di bawah tekanan. Di satu sisi mereka berat hati sebab korbannya warga Indonesia namun di sisi lain mereka takut dan terpaksa melakukannya.

H. Sudirman berkomitmen untuk terus menindaklanjuti dan mengawal upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan dan evakuasi para pekerja Indonesia di Kamboja tersebut.

Menurutnya, ini adalah kasus kedua, di mana kasus serupa sebelumnya yakni menimpa dua warga Aceh di Myanmar.

“Kita akan terus menindaklanjuti dan mengawal kasus ini hingga para pekerja Indonesia mendapat perlindungan dan evakuasi untuk keluar dari Kamboja," katanya. (*)



Tags Penipuan