Dugaan Korupsi Dana Hibah dan Bansos di Siak Masuki Babak Baru

Dugaan Korupsi Dana Hibah dan Bansos di Siak Masuki Babak Baru

RIAUMANDIRI.CO - Penanganan dugaan korupsi dana hibah di Kabupaten Siak tahun 2011-2013 memasuki babak baru. Penanganan perkara itu diketahui telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.

Sebelumnya, perkara itu ditangani Tim Penyidik pada Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Penyidikan itu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor PRINT-09/L.4/Fd.1/09/2020, tanggal 29 September 2020 lalu. Surat tersebut ditandangani langsung Mia Amiati Hal kala masih menjabat sebagai Kepala Kejati (Kajati) Riau.

Penyidikan memang memakan waktu cukup lama, dikarenakan luasnya objek penyidikan perkara. Untuk kegiatan belanja bansos sendiri, terdiri dari 15 item. Di antaranya, pertama, bansos untuk rumah tangga miskin dan lansia terlantar, yang jumlah penerimanya 700 sampai 1.000 setiap tahunnya.

Kedua bansos untuk penyandang cacat, ketiga bansos untuk fakir miskin, keempat bansos untuk yatim piatu, kelima bansos untuk suku terasing, keenam bansos untuk mahasiswa PTIQ dan IIQ.

Ketujuh bansos untuk mahasiswa luar negeri, kedelapan bansos untuk rombongan belajar, kesembilan bansos untuk beasiswa S1, kesepuluh bansos untuk beasiswa S2, kesebelas bansos untuk beasiswa D3.

Keduabelas, bansos untuk beasiswa S1 akhir/skripsi, ketigabelas bansos untuk beasiswa S2 akhir/tesis, keempatbelas bansos untuk beasiswa D3 akhir, dan terakhir bansos untuk karya ilmiah. Selain luasnya objek penyidikan yang meliputi banyak item, penyidikan perkara ini tahun anggarannya cukup panjang, yaitu 2014 sampai 2019.

Tak hanya bansos, objek perkara ini juga terkait dengan belanja hibah, yang terdiri dari 40 objek penerima.

Terkait belanja hibah, kini penanganan perkara telah dilimpahkan ke Kejari Siak. "Iya, sudah (dilimpahkan ke Kejari Siak)," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Tri Joko, Senin (2/1).

Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan pada Bidang Pidsus Kejati Riau, Rizky Rahmatullah mengatakan, penyerahan penanganan perkara dilakukan ke Kejari Siak pada 26 Desember 2022 lalu. Menurutnya, kebijakan  itu dilakukan setelah tim Jaksa penyidik melakukan gelar perkara.

"Kami sudah ekspos, setelah itu diserahkan ke Kejari Siak untuk ditindaklanjuti," kata Rizky.

Dari hasil ekspos itu, sebut Rizky, diketahui nilai kerugian ditaksir hanya sebesar Rp168 juta. Jumlah itu merupakan selisih sisa Surat Pertanggungjawaban (SPj) yang diserahkan ke Kejaksaan.

"Mereka menerima, misalnya Rp500 juta tapi SPj yang baru mereka serahkan Rp300 jutaan. Sedang yang Rp168 juta ini ada atau tidak ada (SPj) atau disusul," terang Rizky.

Kecilnya dugaan korupsi pada perkara ini, membuat Kejati Riau menyerahkan penanganan selanjutnya ke Kejari Siak. Berbeda dari sebelumnya, perkara ini mulai diselidiki oleh Kejari Siak.

"Kasus ini masih penyelidikan. Jadi Kejari Siak yang melanjutkannya," sebut dia.

Pihak penerima dana hibah bisa menyerahkan SPj dari kelebihan dana yang digunakan sebagai bentuk pertangungjawaban.

"Kalau ada (SPj) berarti tak usah ada pengembalian, dan (bisa) dihentikan. Tapi kalau memang tak ada, uang ini ke mana? Kalau dimakan (untuk kepentingan) pribadi, (Kejari) Siak silakan naikkan perkara (ke penyidikan)," tegas Rizky.

Namun, lanjut Rizky, jika memang uang itu digunakan untuk kepentingan organisasi, sebaiknya kelebihan itu dikembalikan ke kas daerah. "Kalau bukan untuk pribadi, dan tetap untuk organisasi kembalikan saja uangnya melalui Kejari Siak," tegas Rizky.



Tags Korupsi