Pengamat: Mesin Politik Golkar Masih Belum Bekerja Penuh

Pengamat: Mesin Politik Golkar Masih Belum Bekerja Penuh

RIAUMANDIRI.CO - Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo menilai turunnya elektabilitas Partai Golkar dibandingkan pada Pemilu 2019 disebabkan oleh mesin partai yang masih bekerja setengah hati.

Berdasarkan hasil survei SMRC yang membandingkan hasil Pemilu 2019 dengan kondisi saat ini menunjukkan dukungan dan elektabilitas Partai Golkar menurun dari 12,3% menjadi 8,5%.

Sedangkan dua partai kompetitornya, yaitu PDIP melompat naik dari 19,3% menjadi 24%. Begitu juga dengan Partai Gerindra naik dari 12,6% menjadi 13,4%.

Menurut Ari Nurcahyo, selain mesin partai yang masih bekerja setengah hati, ditambah lagi dengan adanya faksi-faksi di internal Golkar yang belum solid mengusung ketua umumnya Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres).

"Mesin Partai Golkar setengah hati dalam pencapresan Airlangga," tegasnya, Senin (31/10/2022).

Menurut Ari, struktural dan kader Golkar belum satu suara terkait pencapresan Airlangga. Soliditas menjadi persoalan utama di internal Golkar sebab banyaknya faksi.

"Soliditas itu memang menjadi persoalan yang cukup fundamental dalam Golkar. Mengapa tidak solid? Jelas karena faksi-faksi Golkar banyak," ujarnya.

"Soliditas di internal partai Golkar berbeda dengan PDIP yang dinilai tegak lurus pada keputusan partai. Jadi berbeda secara diametral antara soliditas PDIP dan Golkar," tambahnya.

Selain itu, menurunnya elektabilitas Golkar juga disebabkan oleh ketokohan Airlangga yang cenderung susah naik.

"Ketokohan Airlangga agak susah untuk mengangkat. Mengapa? Justru itu berangkat dari soliditas. Kalau semua mengangkat pasti (akan naik)," ungkap Ari.

Ari mencontohkan pada fase awal, elektabilitas Airlangga lebih tinggi dari Puan Maharani. Tapi sekarang, secara ketokohan Puan sedikit lebih tinggi. Hal itu disebabkan struktural dan kader PDIP serius untuk mengangkat Puan.

Ari mengungkapkan ketokohan Airlangga patut untuk bisa dikapitalisasi Golkar, mengingat Airlangga mempunyai modal politik yang cukup kuat.

"Padahal punya modal politik yang kuat, dekat dengan Pak Jokowi. Prestasi bagus, kinerja bagus, kan peran Pak Airlangga ini dominan," tandasnya.

Menurut Ari, pekerjaan rumah Golkar saat ini adalah bagaimana mengkapitalisasi sumber daya politik untuk menaikkan elektabilitas Golkar sekaligus Airlangga Hartarto.

"Banyak potensi, resource yang bisa dikapitalisasi untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas Golkar dan sekaligus Pak Airlangga," pungkasnya.


Strategi Tepat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies, Nyarwi Ahmad mengatakan, Partai Golkar perlu memiliki strategi yang tepat menjelang Pemilu 2024.

Dengan kekuatan kader muda yang mereka punya, elit yang dikenal publik, juga kemampuan sumber daya bisa membawa elektabilitas Golkar lebih lagi.

“Butuh orang orang yang bisa memformulasikan strategi itu tepat dengan, bisa mengerti sense elektoral market lebih baik, saya kira itu penting. Dan bagi Golkar saya kira, bukan hal baru merekrut para profesional yang bisa mensupport, mengevaluasi, mengkritisi bila perlu,“ kata Nyarwi, Senin (31/10).

Sebelumnya dalam survei SMRC, disebutkan Partai Golkar masih berada dalam tiga besar parpol di Indonesia. Namun tantangannya ada pada karakteristik pemilih Golkar yan rentan. Golkar disebut harus bekerja keras untuk menjaga pemilihnya dari sasaran mobilisasi partai lain menjelang pemilu.

“Kalau kita lihat aspek fluktuasi akan selalu terjadi. Di banyak data survei ada partai yang tingkat elektabilitasnya lebih rendah dari actual suara pada pemilu. Karena yang dilihat bukan lagi parpol tetapi sosok,” sebut Nyarwi yang juga dosen di Universitas Gajah Mada ini.

Dia menambahkan, sosok menjadi penting bagi calon pemilih. Maka Golkar juga harus bekerja keras membuat elit mereka semakin dikenal publik. Terlebih kaum muda, yang menjadi mayoritas pemilih pada 2024.

“Kadang sulit menarik minat anak muda untuk berkenalan dengan partai atau tokoh. Maka dibutuhkan  brand ambassador dari politisi muda yang ada daya tarik dikalangan anak muda,“ sebut Nyarwi.

“Hanya saja branding bukan cuma media, pengaruh tokoh, tetapi daya tarik kebijakan, dan aspek yang menjadi baru, harapan, politik kan bicara harapan. Apa saja yang jadi harapan pemilih,” ulas Nyarwi. (*)



Tags PARTAI