Ketua DPR: Pemerintah Perlu Bentuk Satgas Cegah Kasus Kekerasan Seksual

Ketua DPR: Pemerintah Perlu Bentuk Satgas Cegah Kasus Kekerasan Seksual
RIAUMANDIRI.CO - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM).

Puan mendesak agar para pelaku kekerasan seksual mendapat sanksi tegas, terlebih sudah ada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Dalam UU TPKS, pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan dapat dipidanakan. Selain itu, UU TPKS juga mengatur pemberatan ancaman hukuman bagi pelaku yang merupakan atasan korban di tempat kerja,” kata Puan dalam keterangan persnya, Rabu (26/10/2022).

Puan mengingatkan pihak-pihak terkait untuk memberikan pendampingan kepada korban untuk pemulihan dan pendampingan hukum, serta terjaminnya seluruh hak korban.

“Keadilan bagi korban kekerasan seksual harus ditegakkan, dan tidak boleh ada yang melakukan intervensi,” tegasnya.

Puan juga mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual di setiap satuan kerja untuk mencegah terjadinya kasus serupa. 

Satgas Anti Kekerasan Seksual dinilai sejalan dengan UU TPKS yang tak hanya sekadar mengatur soal pemulihan, penanganan, dan penyelesaian kasus kekerasan seksual, tapi juga soal pencegahan.

“Selain berperan untuk mengawal penyelesaian kasus, Satgas juga bisa menjadi garda terdepan dalam upaya mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan institusi negara. Dukungan moral dan aturan sistemik pun harus dibuat untuk membantu korban pulih dari trauma,” imbuhnya.

Puan juga mengimbau kepada korban kekerasan seksual agar berani bersuara. Pasalnya, tak sedikit perempuan dan korban lainnya merasa malu dan tak berdaya untuk mengungkapkan kasus kekerasan seksual.

“Tidak perlu khawatir atau takut karena korban kekerasan seksual akan mendapat perlindungan, termasuk kerahasiaan identitas diri. Pengungkapan kasus kekerasan seksual dapat membantu agar kasus serupa dapat dihindari,” ujarnya.

 Untuk mendorong korban berani bicara dan melapor, unit-unit pelaksana teknis kasus kekerasan seksual diminta untuk dapat bekerja secara optimal. Dia  berharap ada partisipasi publik, karena dapat membantu penyelesaian dan pencegahan kasus kekerasan seksual.

“Dibutuhkan sosialisasi yang masif dari pemerintah bekerja sama dengan organisasi perempuan, organisasi kemasyarakatan, dan jaringan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran publik agar pencegahan kekerasan seksual bisa dilakukan secara maksimal,” katanya. 

Puan mendesak seluruh kementerian/lembaga untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan seksual di institusinya serta ketegasan dalam penanganannya. Hal itu diperlukan sebagai pembelajaran bagi pejabat negara maupun pegawai di institusi negara agar tidak menjadi pelaku kekerasan seksual.

“Seluruh kantor kementerian maupun lembaga negara beserta lingkungan sosialnya harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan untuk bisa berdaya dan mengaktualisasi diri. Kejadian seperti ini tidak boleh terulang lagi,” tutup legislator dapil Jawa Tengah V itu. (*)



Tags Hukum