Tak Ingin seperti UU Ciptaker, BK DPR Cermati Betul Penyusunan RUU P2SK

Tak Ingin seperti UU Ciptaker, BK DPR Cermati Betul Penyusunan RUU P2SK

RIAUMANDIRI.CO - Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI Inosentius Samsul menegaskan, pihaknya mencermati betul penyusunan dalam pembahasan RUU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK).

Sebab, penyusunan RUU tersebut menggunakan metode Omnibus, di mana UU ini akan memiliki keterkaitan dengan 15 UU lainnya yang sudah eksis.

Hal tersebut perlu dilakukan agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengeluarkan putusan yang mengharuskan untuk melakukan uji formil kembali, sebagaimana yang dialami terhadap UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang juga menggunakan metode Omnibus.

“UU yang terkait itu kemudian ada yang dicabut dan ditambahkan yang intinya agar semua sektor itu bisa berkembang lebih leluasa lagi. Jadi kita berusaha dari awal agar tidak terjadi disharmoni lagi antara UU Omnibus yang dihasilkan dan UU aslinya yang direvisi,” ujar Inosentius di Ruang Abdul Muis, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Pria yang kerap disapa Sensi itu menilai perubahan metodologi ini akan memiliki konsekuensi terhadap tata kelola maupun kelembagaan fungsi dan tugas dari masing-masing lembaga terkait. Sehingga, RUU tersebut dapat dirasakan bagaimana jangkar dalam penyelesaian ekonomi itu bisa diperkuat.

“Karena memang RUU secara prosedur usul inisiatif DPR. Maka, BK DPR ditugaskan menyusun naskah akademik dan tentunya melaporkan ke Komisi XI untuk diperbaiki. Terus sampai kemudian disampaikan ke Baleg untuk diharmonisasi lalu kembali lagi ke Komisi XI. Lalu sudah sampai ke pimpinan untuk menjadi inisiatif dan juga sudah dikirim ke presiden,” tambahnya.

Dijelaskan beberapa UU terkait dengan penyusunan RUU tersebut, di antaranya adalah UU tentang Perbankan, UU tentang Dana Pensiun, UU tentang Perkoperasian, UU tentang Pasar Modal, UU tentang Surat Utang Negara, dan sebagainya. Termasuk, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Keuangan,

Secara substansi terdapat 19 poin kelembagaan. Misalnya, kelembagaan, perbankan, pasar modal, konglomerasi keuangan, sanksi, dan sebagainya. “Ada 20 lebih bab. Jadi tujuannya mendorong kontribusi sektor keuangan bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” jelasnya.

Adapun tujuan dari adanya RUU ini beberapa di antaranya adalah mengoptimalkan fungsi intermediasi sektor keuangan kepada usaha sektor produktif, meningkatkan portofolio pendanaan terhadap sektor-sektor usaha yang produktif, meningkatkan kemudahan akses dan literasi ke dan tentang jasa keuangan, dan sebagainya. “Mudah-mudahan UU ini bisa menjadi solusi bagi persoalan ekonomi,” tutupnya. (*)



Tags DPR RI